INDONESIAONLINE – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset jadi alat politik. Janji politik ini dilontarkan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Ia mengatakan akan menggolkan RUU Perampasan Aset jadi UU.

Janji Ganjar ini mendapat respon pesimis dari peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bidang legislasi.

“Saya kira hampir 70-80 persen yang dijanjikan oleh politisi, mau capres, mau cawapres, caleg, harus dianggap itu janji politik yang tidak wajib untuk kita percaya. Apalagi terkait RUU Perampasan Aset,” ucap Lucius Karus, Senin (15/1/2024).

Lucius menyampaikan, pengalaman selama ini RUU Perampasan Aset tidak akan pernah tuntas atau disahkan. Meskipun ada keseriusan dari pemerintah, namun DPR tetap akan menjadi “gong” menyelesaikan salah satu produk legislasi itu.

Baca Juga  PR Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran: RUU Perampasan Aset dan Korupsi BLBI

“Jadi kalau pemerintah sudah semangat membahasnya tapi DPR tidak punya respons, ya sia sia juga,” ujarnya.

Lucius juga memperkirakan, proses pengesahan RUU Perampasan Aset tetap menemui jalan yang sulit pada pemerintahan selanjutnya. Pasalnya, RUU ini dipandang berkaitan dengan pengelolaan aset partai politik maupun politisi di dalamnya.

“Saya masih percaya bahwa RUU ini sulit dibahas oleh anggota DPR dan pemerintah, yang dalam banyak hal bicara soal aset-aset yang mereka kelola,” ujarnya.

“Kalau orang-orang yang kemudian diharapkan membuat RUU juga punya masalah terkait dengan aset yang mereka kelola, ya sulit ini untuk didorong,” pungkasnya.