Hadiri Wisuda di UIN Malang, Wamenag Tekankan Moderasi Beragama

Wamenag Saiful Rahmat Dasuki menyampaikan pidato dalam wisuda ke-80 UIN Maliki Malang. (foto: uin maliki)

INDONESIAONLINE – Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki menghadiri Rapat Senat Terbuka Wisuda Ke-80 Periode I di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang (4/5/2024). Dalam kesempatan itu, ia memberikan penguatan moderasi beragama terhadap 800 orang wiusudawan.

Saiful mengatakan, moderasi beragama telah tertanam dalam kehidupan sebagai bangsa dan negara Indonesia. Tradisi toleransi dan saling menghormati serta menghargai keberagaman sebagai bagian modal sosial dan kultural. “Hal ini sudah kita miliki,” katanya.

Menurut wamenag, keberagaman yang ada adalah sunnatullah dan kehendak Yang Kuasa. Indonesia memiliki beragam suku dan agama. Allah SWT sejatinya maha mampu untuk menjadikan keberagaman ini hanya satu. Namun, keberagaman yang diberikan Allah SWT tentunya menyimpan sebuah makna dan tujuan yang baik untuk manusia.

Keberagaman  yang diciptakan Allah adalah untuk menjadi sebuah sarana belajar dan memahami, saling mengenal serta menata sebuah kehidupan dari sebuah perbedaan.

Lebih lanjut, keberagaman adalah fondasi yang memungkinkan masyarakat untuk menjalankan kebangsaan dan kenegaraan dengan berlandaskan pada sikap moderasi dalam beragama dengan baik.

“Ini sudah genetik bangsa kita dan sudah jadi darah dari bangsa kita, bahwa kita bangsa yang moderat, bangsa yang menghargai dengan bangsa lainnya,” terang Saiful.

Dan jika ditarik pada masa lampau, masa Kerajaan Majapahit, menghargai sebuah perbedaan telah ada. Terlebih ada sebuah hukum berbangsa yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.

Pada masa Majapahit sudah melihat inilah Nusantara. Sudah dibangun dan didiami oleh berbagai macam suku bangsa. Konsep keberagaman inilah yang menjadi landasan untuk kita menghargai dan saling toleran dengan satu dan yang lainnya.

Maka mendengungkan dan menggelorakan terus semangat moderasi beragama pada hakikatnya adalah terus melestarikan warisan leluhur yang sudah mendarah daging.

Moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna. Setiap warga masyarakat apa pun suku, etnis, budaya, agama bahkan dengan perbedaan-perbedaan lainnya, harus tetap mau mendengarkan satu dengan yang lainnya.

Selain itu, memahami moderasi beragama harus mau saling belajar dan melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan yang ada. Moderasi beragama jelas adalah terkait dengan menjaga kebersamaan di antara perbedaan, memiliki sikap tenggang rasa.

“Bagaimana (para wisudawan) satu tahun ditempa di kawah candradimuka. Tentunya mendapatkan pemahaman, keilmuan, perluasan wawasan, pemahaman khususnya dalam beragama,” jelasnya.

Di tengah kelompok yang mencoba mengoyak dan berupaya untuk mencerai berai, menyebarluaskan dengan memberikan pemahaman-pemahaman yang eksklusif dan sempit, bahkan cenderung menyalahkan, maka semangat moderasi beragama garus terus masif untuk diembuskan.

Pemerintah pun menunjukkan komitmennya untuk meleburkan moderasi beragama ke dalam setiap aktivitas kehidupan. Hal ini tertuang pada Peraturan Presiden No 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Aturan ini merupakan wujud komitmen untuk tidak menghilangkan kemajemukan di Indonesia.”Sehingga, bahasan moderasi beragama tidak hanya sekadar kata-kata, namun fokus kita bersama untuk memelihara keseimbangan,” jelasnya.

Selain itu, dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 juga dijelaskan  dalam penekananannya adalah pada kata lita’arrofu. “Kita diharuskan untuk saling mengenal, memahami, mengetahui karakter orang lain yang berbeda. Ketika kita sudab mengetahui, maka lahirlah sikap-sikap Moderasi Beragama dan menghargai sesama,” pungkasnya. (as/hel)

moderasi beragamaSaiful Rahmat DasukiUIN Maliki MalangUIN Maulana Malik Ibrahimwamenag