INDONESIAONLINE – Berkat temuan pendekatan “Heuristic Artificial Intelligence Modelling (HAIM)”, dosen Universitas Brawijaya, Agus Naba, meraih jabatan tertinggi akademik dosen, yakni menjadi seorang Guru Besar atau Profesor di bidang Ilmu Sistem Cerdas.

Dijelaskan Prof Agus, jika HAIM merupakan pendekatan untuk mempersingkat dan memperkecil suatu sistem atau parameter yang digunakan dalam sebuah Artificial Intelligence. Dalam teknologi cerdas, menawarkan berbagai teknik pemodelan sistem serta untuk membangun model sistem cerdas berbasis data. 

HAIM menurutnya mampu memperkecil dalam pemakaian komputasi dalam jumlah yang besar. Sebab, tak dipungkiri, semakin banyak paramater dalam sebuah sistem Artificial Intelligence, maka komputasi yang digunakan juga akan memakan resource besar.

“Kita arahnya kesana (penghematan). Semua sekarang kan eranya yang kecil-kecil. Serba cepat, serba efisien kalau mengandalkan deep learning seperti yang sekarang, selalu membutuhkan komputer yang besar,” ungkapnya, Jumat (12/8/2022).

Parameter dalam Artificial Intelligence sendiri, merupakan sebuah pengetahuan yang digunakan sebuah sistem untuk melakukan perintah sesuai dengan apa yang diinginkan.

Baca Juga  UIN Maliki Malang Gelar International Scholar Engagement

Ia mencontohkan, dalam sebuah kasus seperti halnya Deep Learning yang diaplikasikan dalam model pendeteksian Covid-19. Jumlah parameter modulnya sampai 21 juta parameter. Jika dipakai pada komputer biasa, maka komputer ini tak akan sanggup untuk menjalankan model tersebut. 

“Artinya bergantung pada komputer yang super. Komputer biasa nggak sanggup, loading aja lemot, apalagi kalau ada data baru, training bisa berhari-hari,” ujarnya.

Untuk itu, melalui HAIM inilah sebuah pendekatan yang membuat sebuah model dalam Artificial Intelligence menjadi lebih ringkas. Sehingga, model tersebut dapat dijalankan oleh komputer yang mungkin berspesifikasi ringan.

“Sehingga modulnya bisa jadi lebih Compact (tersusun rapat). Ke depan semuanya kan serba kecil, sehingga bisa ditanam para perangkat yang mungkin portabel,” paparnya.

Lebih lanjut, deteksi sinar x yang sebelumnya menggunakan parameter atau indikator sampai puluhan juta, bisa menjadi lebih kecil menjadi 21 juta parameter.

Baca Juga  Diduga Gara-Gara Label Sekolah Inklusi, Sekolah Ini hanya Dapat 3 Murid Baru dalam PPDB 2022

Kemudian, Agus kembali mencontohkan pada pengaplikasian HAIM pada sistem deteksi obyek mobil bergerak. Pada sistem ini, digunakan HAIM yang kemudian mentransformasikan gambar hanya dengan 4 parameter dari sebelumnya lebih dari 4 parameter. 

“Ini jauh lebih realtime dan lebih simpel mendeteksi obyek,” jelasnya.

Dijelaskan Prof Agus, teknologi sistem cerdas merupakan salah satu teknologi kunci dan memegang peranan sentral sebagai driving force pada industri 4.0. HAIM, menyarankan tiga hal yakni, pendekatan deduktif atau gabungan deduktif induktif lebih diprioritaskan dalam pembentukan sistem cerdas. 

Kemudian, algoritma optimasi yang spekulatif diganti dengan yang lebih sistematis dan terarah dan yang terakhir adalah unit processor untuk ekstraksi fitur unik data perlu didesain secara spesifik per kasus.

Untuk seberapa besar penghematan, dijelaskan Agus juga bergantung pada sebuah kasus, dan penggunaan metode dalam Artificial Intelligence. “Kalau untuk seberapa besarnya berkurang tergantung kasus. Nggak bisa digeneralisir berapa persennya,” katanya.