Jejak Pelacur dalam Revolusi Kemerdekaan, Ini Kata Bung Karno

INDONESIAONLINE – Para pelacur ternyata memiliki peran penting dalam denyut sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Bahkan secara khusus Bung Karno (Presiden Soekarno) menyatakan kekaguman dan rasa terima kasihnya atas jasa para kupu-kupu malam ini.

Dalam buku Sukarno: An Autobiography as told to Cindy Adams: The Bobbs-Merrill Company, Inc, New York, tahun 1965, dinyatakan:

“Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Dalam keanggotaan PNI (Partai Nasional Indonesia) di Bandung terdapat 670 orang perempuan yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh,” tulis Sukarno dalam bukunya yang diterjemah ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, cetakan pertama, 1966.

Banyak jasa para WTS salah satu sebutan zaman Revolusi terhadap pergerakan Revolusi Indonesia yang dituturkan Soekarno pada Cindy Adams, penulis buku tersebut. Selain informasi berharga dari para pemakai jasa yang kebanyakan polisi kolonial, mereka juga menyumbangkan uang dari keringatnya untuk kepentingan Revolusi.

Baca Juga  Di Negara yang Dijuluki sebagai Pemula Peradaban Ini, Tamu Bebas Tiduri Istri Pemilik Rumah

 

“Tak satupun laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan itu dapat mengerjakan tugas ini untukku,” ujar Sukarno yang juga menyampaikan mereka bukan saja penyumbang yang menyenangkan tetapi juga penyumbang yang besar dalam Revolusi Indonesia.

Dalam kecamuk perang Revolusi, para PSK juga meninggalkan jejak yang tertulis dalam buku Robert Cribb, Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta.

Buku ini mengisahkan penyelamatan Bung Karno dan pejuang lainnya saat dalam pengintaian Belanda. Para pelacurlah yang membantu menyembunyikannya di hunian pelacuran yang jadi sarang mereka.

Para pelacur juga jadi penyelundup senjata bagi laskar sekaligus hunian mereka menjadi tempatnya.

Barisan Wanita Pelacur

Berawal dari Mayjen Moestopo, penasihat khusus militer Presiden Soekarno, para pelacur ikut berjuang dalam revolusi kemerdekaan.

Moestopo mengumpulkan pelacur, copet, maling, perampok dan melatihnya sebelum dikirim ke daerah-daerah pendudukan Belanda.

Pelatihan militer berupa pendidikan disiplin dan ilmu perang dengan instruktur tentara berpengalaman, seperti Kolonel TB Simatupang, menghasilkan pasukan siap tempur bernama Pasukan Terate singkatan dari Tentara Rahasia Tertinggi.

Baca Juga  Tradisi Pemakaman Mayat Unik di Dunia

Terdiri dari dua unit, yaitu Barisan Maling (BM) dan Barisan Wanita Pelacur (BWP) yang berjumlah sekitar 2 ribu orang.

Tugas pertama Pasukan Terate adalah ke Kebumen untuk menghambat gerak maju tentara Belanda pimpinan Jenderal Spoor ke Yogjakarta. Mereka bertugas meledakkan semua jembatan di sepanjang Kebumen dan Gombong untuk mencegah tank-tank Belanda. Sukses, Moestopo pindah ke front Subang.

Menurut sejarawan Robert B Cribb, unit-unit rahasia ini juga beroperasi di dalam kota Bandung.

“Selain untuk mencuri senjata, pakaian, dan alat tempur, tugas unit ini adalah menimbulkan kekacauan dan kebingungan di kalangan tentara Belanda,” sebut Cribb dalam buku Ganster and Revolutionaries, The Jakarta People’s Militia and Indonesin Revolution 1945-1949.

Operasi ini sukses besar. Belanda kewalahan menghadapi psywar dari pasukan bentukan Jenderal Moestopo ini.