INDONESIAONLINE – Polres Malang diagendakan menggelar upaya mediasi lanjutan terkait kasus guru tampar murid yang terjadi pada sebuah SMP di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Upaya mediasi dalam rangka penyelesaian hukum secara restorative justice tersebut diagendakan bakal berlangsung Senin (9/12/2024).
Perkembangan penanganan pelaporan terhadap guru tampar murid tersebut disampaikan Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang Aiptu Erlehena. “Misal jadi, mediasi di jadwalkan minggu depan. Insya Allah sudah ada jalan keluarnya supaya terhadap guru ini bisa dicarikan solusi tanpa melalui proses hukum,” ujarnya.
Diketahui, seorang guru yang dilaporkan ke polisi tersebut bernama Rupi’an (39) asal Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Terlapor merupakan guru agama sebuah SMP di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang.
Kronologi bermula pada akhir Agustus 2024 lalu. Ketika itu, Rupi’an hendak mendisiplinkan muridnya yang kedapatan tidak melaksanakan salat Subuh.
Saat itu ada beberapa murid yang kebetulan tidak melaksanakan ibadah salat Subuh. Rupi’an kemudian menyuruh beberapa muridnya, termasuk korban, untuk maju ke depan kelas.
Ketika korban maju, yang bersangkutan disoraki murid lainnya. Korban kemudian spontan mengucapkan kata umpatan. Mengetahui hal itu, Rupi’an kemudian menampar korban.
Beberapa minggu setelah kejadian tersebut, yakni pada akhir September 2024, Rupi’an dilaporkan ke Polres Malang oleh pihak korban. “Kejadiannya dengan laporannya itu memang agak lama. Cuma, masih ada bekas luka karena ini area sensitif, di bibir. Jadi memang masih ditemukan luka lama di bagian bibir dalam. Itu masih didapatkan (dari hasil visum, red),” kata Erlehana.
Sesuai ketentuan hukum yang berlaku, pelaporan dari pihak korban tersebut kemudian diproses oleh Polres Malang. Namun, di sisi lain, polisi juga berupaya mencari penyelesaian di luar proses hukum.
Upaya restorative justice tersebut di antaranya dilakukan dengan menggelar mediasi. Sebelumnya telah diupayakan dua mediasi. “Jadi, pada mediasi pertama, sudah kami pertemukan kedua belah pihak (pelapor dan terlapor). Kemudian mediasi kedua itu kan kami melibatkan pihak (pemerintah) desa hingga sekolah,” bebernya.
Belakangan diketahui, pada proses mediasi kedua tersebut, pihak pelapor berhalangan hadir. Penyebabnya karena pihak pelapor sedang sakit. “Tapi itu (mediasi kedua) memang tidak terlaksana,l karena waktu itu pelapor sakit. Jadi, tidak bisa hadir. Sehingga kami juga tidak bisa memaksa,” ujarnya.
Di sisi lain, berkas pelaporan juga sudah berjalan sesuai ketentuan. Sehingga, dua upaya, yakni proses hukum dan mediasi, dilakukan Polres Malang secara bersamaan. “Jadi, ini kan berjalan bareng, meskipun berkas saya kirim ke kejaksaan, tetap berproses. Tapi kami kan juga tidak berhenti dalam mencarikan solusi, sampai akhirnya kami cari waktu lagi,” terangnya.
Upaya mediasi tersebut, diakui Erlehana, juga telah sesuai dengan petunjuk dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang. Yakni meliputi memeriksa sejumlah saksi terkait hingga koordinasi untuk mencarikan solusi dan dilakukan pendekatan kembali kepada pelapor.
Pada realisasinya, Polres Malang melakukan pendekatan terhadap pelapor dengan melibatkan sejumlah pihak. Di antaranya mulai dari perangkat desa dari terlapor, termasuk kepala desa, hingga berkoordinasi dengan pihak sekolah maupun kepala sekolah pada terjadinya kasus pelaporan penganiayaan guru kepada muridnya.
“Kami mencoba koordinasi ke sejumlah pihak tersebut, karena mereka ada ikatan emosional, mungkin sering komunikasi. Sehingga sudah tahu bagaimana karakternya masing-masing,” jelasnya.
Diakui Erlehana, upaya koordinasi dengan sejumlah pihak tersebut lantaran pelapor sempat istilahnya minta ganti rugi sejumlah uang. Nominal yang diminta saat upaya mediasi sebelumnya tersebut disebut tidak masuk akal lantaran terlalu besar.
“Mungkin karena masih keadaan emosi, akhirnya membawa ini ke ranah hukum karena ada kekecewaan, tersinggung, atau bagaimana itu kan mungkin ada alasannya. Sehingga ketika dimediasi di Polres (Malang), waktu itu emosinya masih dikedepankan, akhirnya mintanya itu mungkin sampai tidak masuk di akal atau bagaimana,” bebernya.
Setelah dilakukan upaya pendekatan dengan melibatkan sejumlah pihak, sambung Erlehana, pelapor pada akhirnya mulai legawa. Kedua belah pihak, yakni pelapor dan terlapor, dikabarkan bakal saling instrospeksi dan memaafkan atas kesalahan masing-masing.
“Setelah upaya yang kami lakukan, pihak korban sudah mulai merendah, melunak. Dari yang sebelumnya (pelapor) meminta katakanlah yang memberatkan, tidak masuk di akal, itu sudah tidak ada permintaan seperti itu lagi, sudah ada solusinya,” ujarnya.
Erlehana menambahkan, saat ini Polres Malang juga sedang berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait. Di antaranya berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Koordinasi dengan sejumlah pihak tersebut ditujukan untuk pelaksanaan mediasi lanjutan. Jika tidak ada perubahan, agenda mediasi lanjutan tersebut bakal berlangsung pada Senin (9/12/2024).
“Pertemuan (mediasi) pada minggu depan ini, kalau tidak salah rencananya Insyaallah Senin (9/12/2024) kalau tidak molor. Sebab, kami juga melibatkan Dinas Pendidikan, karena dalam penyelesaian ini kami harus jalan bareng,” tuturnya.
Erlehana berharap, kasus pelaporan terhadap guru tersebut bisa menjadi edukasi bagi masyarakat. Bahwasanya, tidak semua kasus pelaporan kepada guru akan diproses secara hukum. Sebaliknya, kepolisian juga akan melakukan upaya dalam mencarikan solusi penyelesaian di luar proses hukum.
“Supaya ini jadi edukasi buat masyarakat, bahwa terkait penanganan guru itu kami juga mengedepankan penyelesaian di luar proses hukum. Supaya masyarakat tahu, bahwa proses itu (hukum) karena ada pengaduan. Jadi tetap harus berproses, tetapi dalam proses perjalanan ini kami tetap mencarikan solusi,” ujarnya.
Saat ini, disampaikan Erlehana, baik korban maupun terlapor telah beraktivitas seperti sedia kala. Korban yang merupakan murid sudah masuk sekolah. Sedangkan terlapor yang merupakan guru juga sudah kembali mengajar di sekolah.
“Sudah seperti biasa, sudah tidak ada masalah. Sedangkan terkait pelaksanaan (mediasi penyelesaian masalah di luar proses hukum), nanti kami kabari,” pungkas Erlehana. (al/hel)