Beranda

Kedatangan Sunan Ampel: Titik Balik Islamisasi di Jawa

Kedatangan Sunan Ampel: Titik Balik Islamisasi di Jawa
Ilustrasi AI Sunan Ampel (ai)

INDONESIAONLINE – Sejarah mencatat kedatangan Sunan Ampel atau Raden Rahmat ke Jawa sebagai momen penting dalam penyebaran Islam di lingkungan Kerajaan Majapahit. Agus Sunyoto, penulis buku Atlas Wali Songo (2016), menjelaskan bahwa proses islamisasi di Majapahit baru terlihat secara signifikan setelah kedatangan Sunan Ampel dan jaringan dakwah Wali Sanga.

Sebelum itu, komunitas Muslim di Jawa didominasi oleh suku Tionghoa. Agus Sunyoto menyebut bahwa masyarakat Tionghoa Muslim telah mendiami Jawa bahkan sebelum penduduk pribumi datang. Salah satu tokoh penting dalam sejarah ini adalah Cheng Ho, seorang laksamana Tiongkok yang berkunjung ke Jawa pada tahun 1405 Masehi.

“Saudagar Muslim pertama kali datang ke Jawa pada tahun 674 Masehi, sekitar 800 tahun sebelum Sunan Ampel tiba,” ungkap Agus, seperti dilansir dari akun TikTok @tumut_gusbaha pada Minggu (14/7/2024).

Catatan tertua menunjukkan bahwa pada tahun 1433 Masehi, pantai utara Jawa telah dihuni oleh komunitas Tionghoa Muslim. Agus menekankan bahwa klaim tentang adanya klenteng di Tuban tidak akurat; yang ada adalah masjid, karena klenteng baru muncul pada masa VOC Belanda.

Sunan Ampel tiba di Jawa pada tahun 1440 Masehi, setelah kunjungan Cheng Ho pada tahun 1433 Masehi. Sunan Ampel sendiri berasal dari Champa, yang memiliki ikatan leluhur dengan Jawa, khususnya dari Kerajaan Singosari.

Prabu Kertanegara dari Singosari memiliki program Nusantara yang mencakup wilayah hingga Thailand selatan, Malaysia, dan sebagian Filipina. Champa, yang terletak di Vietnam selatan dan Kamboja, juga menjadi bagian dari wilayah Nusantara melalui perkawinan politik antara Ratu Tapasi, adik Prabu Kertanegara, dan Raja Champa, Jayasiwamarwan III.

Permaisuri Champa yang berasal dari Singosari melahirkan dua putra, Pawugelang dan Pawuhatta, yang keturunannya sebagian kembali ke Majapahit dan sebagian menetap di Champa. Salah satu cucu Ratu Tapasi yang memeluk Islam adalah Abu Ibrahim, yang memiliki tiga anak: Ndorowati, Candrawulan, dan Nerpataruna.

Ndorowati menikah dengan Prabu Kertawijaya dari Majapahit, sementara Candrawulan menikah dengan Syekh Ibrahim Samarkondi, dan memiliki dua putra, Raden Ali Rahmat (Sunan Ampel) dan Ali Murtadho. Nerpataruna juga memiliki keturunan bernama Raden Burereh atau Abu Hurairah.

Keturunan Ratu Tapasi ini diakui sebagai keluarga kerajaan di Majapahit, yang dianggap sebagai kelanjutan dari Singosari. Agus menjelaskan, “Inilah alasan mengapa Sunan Ampel dan keluarganya diangkat menjadi bagian dari keluarga kerajaan Majapahit, yang memulai sejarah Islam di Jawa.”

Dengan peran penting Sunan Ampel dan jaringan Wali Sanga, Islam mulai menyebar luas di Jawa, membawa perubahan signifikan dalam kehidupan sosial dan budaya di wilayah tersebut. Kedatangan Sunan Ampel bukan hanya sekadar misi dakwah, tetapi juga sebagai tokoh penting yang memengaruhi proses islamisasi di Jawa dan lingkungan Kerajaan Majapahit (bn/dnv).

Exit mobile version