Konflik perbatasan Thailand-Kamboja pecah, menewaskan 12 orang termasuk anak-anak. Thailand membalas dengan jet F-16 dan menarik duta besar. ASEAN dan China serukan damai.
INDONESIAONLINE – Seorang anak berusia delapan tahun menjadi salah satu dari 12 warga Thailand yang tewas setelah artileri Kamboja menghujani wilayah perbatasan pada Kamis (24/7/2025). Eskalasi konflik yang tiba-tiba ini mendorong Thailand melancarkan serangan balasan menggunakan jet tempur F-16 dan secara drastis memutus hubungan diplomatik dengan menarik duta besarnya dari Phnom Penh.
Ketegangan yang telah lama membara antara kedua negara Asia Tenggara itu kini pecah menjadi konfrontasi bersenjata paling mematikan dalam satu dekade terakhir, mengancam stabilitas kawasan.
Hujan Artileri di Wilayah Sipil
Menurut laporan resmi Kementerian Kesehatan Thailand, serangan artileri Kamboja tidak hanya menargetkan pos militer, tetapi juga area sipil yang padat penduduk. Sebanyak 11 warga sipil dan satu tentara dipastikan tewas.
“Enam warga sipil tewas di dekat sebuah SPBU di distrik Kantharalak, sementara seorang bocah delapan tahun dan satu warga lainnya meninggal di Kap Choeng,” rinci laporan tersebut.
Serangan juga menyebabkan 31 orang lainnya terluka, termasuk 24 warga sipil. Sejumlah rumah, fasilitas umum, dan sebuah rumah sakit di Provinsi Sisaket dan Surin dilaporkan rusak parah. Militer Thailand mengecam keras serangan ini sebagai tindakan biadab.
“Kami siap melindungi kedaulatan dan rakyat dari aksi yang tidak berperikemanusiaan ini,” tegas pernyataan resmi Angkatan Darat Kerajaan Thailand.
Serangan Balasan dan Putus Hubungan Diplomatik
Sebagai respons cepat, Pemerintah Thailand tidak hanya mengandalkan jalur diplomatik. Pada Kamis malam, Angkatan Udara Thailand mengonfirmasi telah meluncurkan serangan balasan menggunakan jet tempur F-16 yang menargetkan posisi militer Kamboja.
Langkah diplomatik pun diambil secara tegas. Kementerian Luar Negeri Thailand mengumumkan penarikan Duta Besar untuk Kamboja dan meminta Phnom Penh melakukan hal serupa.
“Pemerintah Kerajaan Thailand mengutuk keras pelanggaran hukum internasional ini dan menuntut Kamboja segera menghentikan serangan,” bunyi pernyataan Kemenlu Thailand.
Dari sisi seberang, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menuduh Thailand sebagai pihak yang memulai agresi. Dalam surat darurat yang dilayangkan kepada Dewan Keamanan PBB, ia menyebut tindakan Thailand sebagai “agresi tanpa alasan dan terencana.”
“Kami meminta Dewan Keamanan segera bertindak untuk menghentikan aksi militer Thailand yang membahayakan perdamaian kawasan,” tulis Hun Manet.
Tudingan ini menciptakan perang narasi di tingkat internasional, di mana kedua negara saling menyalahkan sebagai pemicu konflik.
ASEAN dan China Serukan Dialog
Eskalasi ini memicu kekhawatiran global. Ketua ASEAN saat ini, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, menyatakan akan menghubungi langsung pemimpin kedua negara untuk mendesak dialog.
“Kita berharap kedua negara segera menahan diri dan kembali ke meja perundingan,” ujar Anwar.
China, sekutu dekat Kamboja, juga menyerukan penyelesaian damai. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan Beijing siap mengambil peran netral untuk menengahi krisis.
Sementara itu, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, yang posisinya sedang rapuh akibat skandal politik, menyuarakan dukungan penuh pada militer.
“Thailand tidak bisa tinggal diam jika rakyat dan wilayah kami diserang,” tulisnya di media sosial, sebuah pernyataan yang dinilai untuk memperkuat citra nasionalismenya di tengah tekanan publik.