Beranda

Kontrak Kinerja OPD Kediri: Janji Efisiensi atau Risiko Demotivasi ASN?

Kontrak Kinerja OPD Kediri: Janji Efisiensi atau Risiko Demotivasi ASN?
Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana akan mengambil langkah berani di awal periode keduanya yaitu menerapkan sistem kontrak kinerja untuk seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengambil langkah berani di awal periode keduanya: menerapkan sistem kontrak kinerja untuk seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Langkah ini, yang diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kediri, Kamis (6/3/2025) menandakan ambisi besar Mas Dhito – sapaan akrab bupati muda ini – untuk meningkatkan kinerja birokrasi dan mempercepat realisasi program pembangunan di Kabupaten Kediri.

Janji kontrak kinerja ini bukan sekadar formalitas. Mas Dhito menegaskan, dokumen tersebut akan berisi target terukur yang harus dicapai setiap OPD dalam lima tahun ke depan.

Sebagai contoh, ia menyebut Dinas Perkim yang ditargetkan menyelesaikan pembangunan stadion dalam kurun waktu tersebut, lengkap dengan indikator anggaran, spesifikasi bangunan, dan target capaian tahunan.

“Misalkan di Dinas Perkim punya tanggung jawab menyelesaikan stadion dalam 5 tahun. Tahun pertama dengan anggaran sekian, bangunan yang harus dikerjakan sekian, speknya seperti ini, itu selesai atau tidak,” jelas Mas Dhito.

Ketegasan ini diperkuat dengan ancaman mutasi jabatan bagi kepala OPD yang gagal memenuhi kontrak kinerja. “Kalau tidak diselesaikan, maka jangan harap menjadi kepala OPD di periode berikutnya. Memang konsekuensinya dimutasi,” ancamnya.

Ambisi Efisiensi, Tantangan Implementasi

Langkah Bupati Dhito ini jelas mencerminkan gaya kepemimpinan yang fokus pada hasil dan akuntabilitas. Di tengah tuntutan publik akan pelayanan yang lebih cepat dan efektif, kontrak kinerja OPD dapat dilihat sebagai upaya untuk mendorong birokrasi yang lebih responsif dan berorientasi pada target.

Dengan adanya kontrak yang jelas, diharapkan setiap OPD akan lebih terpacu untuk bekerja efisien dan terukur. Namun, implementasi kontrak kinerja di sektor publik bukan tanpa tantangan. Sejumlah pertanyaan kritis muncul:

  • Apakah target kinerja yang ditetapkan realistis dan terukur? Menetapkan target yang terlalu ambisius dapat memicu stres dan demotivasi ASN, sementara target yang terlalu mudah justru kehilangan esensi peningkatan kinerja. Proses penyusunan kontrak kinerja harus melibatkan OPD secara aktif untuk memastikan target yang ditetapkan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound).

  • Bagaimana mengukur kinerja OPD secara adil dan komprehensif? Kinerja OPD tidak selalu bisa diukur hanya dari output fisik seperti pembangunan infrastruktur. Aspek lain seperti kualitas pelayanan, kepuasan masyarakat, dan dampak sosial program juga penting untuk dipertimbangkan. Sistem pengukuran kinerja harus holistik dan tidak hanya fokus pada angka-angka kuantitatif.

  • Apakah sistem mutasi jabatan sebagai sanksi efektif dan adil? Mutasi jabatan sebagai konsekuensi kegagalan kinerja bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, dapat menjadi shock therapy untuk mendorong kinerja. Namun, di sisi lain, bisa memicu ketidakstabilan organisasi, hilangnya institutional knowledge, dan bahkan potensi praktik politik balas dendam jika tidak diterapkan secara transparan dan objektif.

  • Bagaimana menjaga moral dan motivasi ASN di tengah tekanan target? Fokus yang berlebihan pada target dan sanksi dapat menciptakan budaya kerja yang penuh tekanan dan kurang kolaboratif. Penting untuk menyeimbangkan antara tuntutan kinerja dengan dukungan dan pengembangan kapasitas ASN agar mereka tetap termotivasi dan berkinerja optimal.

Selain kontrak kinerja, Bupati Dhito juga menegaskan komitmen pada 17 program prioritas, termasuk program makan bergizi gratis yang sejalan dengan arahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Di tengah instruksi efisiensi anggaran, DPRD Kabupaten Kediri, melalui Ketua Murdi Hantoro, juga mengingatkan agar program prioritas tetap berjalan tanpa mengorbankan pelayanan publik.

“Jangan sampai mengganggu pelayanan publik. Kita maksimalkan kinerja dengan anggaran yang ada,” pesan Murdi Hantoro. 

Langkah Bupati Hanindhito menerapkan kontrak kinerja OPD adalah upaya reformasi birokrasi yang ambisius. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada implementasi yang cermat, transparan, dan adil.

Jika berhasil, Kediri berpotensi menjadi contoh daerah yang mampu meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas birokrasi melalui sistem kontrak kinerja. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini justru dapat menimbulkan demotivasi ASN, menghambat inovasi, dan bahkan menurunkan kualitas pelayanan publik.

Waktu yang akan membuktikan apakah “pertaruhan” Bupati Dhito ini akan berbuah manis atau pahit bagi Kabupaten Kediri (eas/dnv).

Exit mobile version