Beranda

Mahkota Ilmu Ternoda: Skandal Korupsi Lab Sentral Guncang Unand

Mahkota Ilmu Ternoda: Skandal Korupsi Lab Sentral Guncang Unand
Ilustrasi dugaan korupsi pengadaan alat-alat laboratorium di Universitas Andalas (Unand) di Padang, Sumatera Barat (ai/io)

Skandal korupsi pengadaan lab sentral Rp 5,87 M guncang Universitas Andalas. 12 tersangka, termasuk mantan Wakil Rektor, disidik. Unand tegaskan komitmen integritas.

INDONESIAONLINE – Di tengah hiruk-pikuk akademik dan janji-janji masa depan, sebuah bayangan pekat kini menyelimuti Universitas Andalas (Unand) di Padang, Sumatera Barat. Bukan soal prestasi atau inovasi, melainkan jerat dugaan korupsi yang mengusik mahkota integritas kampus, khususnya dalam pengadaan alat laboratorium sentral tahun 2019.

Proyek ambisius bernilai Rp 5,87 miliar itu kini menjadi sorotan tajam, setelah terkuak adanya potensi kerugian negara yang fantastis.

Polresta Padang, dibantu Ditreskrimsus Polda Sumbar, telah menapakkan jejak hukumnya dengan menetapkan 12 orang tersangka. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari kompleksitas jaringan yang diduga terlibat.

Dari belasan nama itu, mencuatlah sosok berinisial D, mantan Wakil Rektor I Unand kala proyek bergulir. Ia tidak sendirian; jerat hukum juga menjerat 2 dosen lain, 7 tenaga kependidikan (termasuk seorang kepala biro yang seharusnya menjadi garda depan pelayanan), serta 2 rekanan pelaksana proyek.

Sebuah ironi yang menyayat hati, melihat pilar-pilar kampus dan mitra kerja terjerat dalam pusaran korupsi.

Respons Kampus dan Asas Praduga Tak Bersalah

Menyikapi badai ini, Sekretaris Unand, Aidinil Zetra, dengan suara diplomatis namun tegas, menyatakan Unand menghormati penuh proses hukum yang tengah bergulir.

“Betul. Unand menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” ujar Aidinil, Jumat (5/9/2025).

Dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu tak luput mengingatkan pentingnya asas praduga tidak bersalah, sebuah benteng moral yang harus dijunjung tinggi hingga palu keadilan benar-benar diketuk.

“Kami tidak ingin pihak lain mengecap negatif karena hingga saat ini belum ada keputusan hukum tetap. Ada asas praduga tak bersalah,” imbuhnya, berusaha menjaga marwah institusi di tengah badai tudingan.

Lebih dari sekadar respons, kasus ini menjadi cambuk pengingat bagi rektorat. “Ini jadi perhatian kami untuk ke depannya. Kami tingkatkan pengawasan zona integritas bebas KKN,” kata Aidinil.

Kronik Kasus: Sebuah Narasi Panjang Penegakan Hukum

Perjalanan kasus ini bak sebuah narasi panjang yang perlahan terkuak. Dimulai dari proyek pengadaan yang digulirkan pada tahun 2019, hingga Desember 2022, ketika Polresta Padang mulai menerbitkan surat perintah penyelidikan. Dua tahun kemudian, tepatnya Mei 2024, status kasus ditingkatkan ke penyidikan, menandakan adanya bukti awal yang kuat.

Puncaknya, pada Juli 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit dan menemukan kerugian negara yang signifikan, mencapai Rp 3,57 miliar dari total nilai proyek.

Angka ini menjadi bukti nyata bahwa ada celah besar yang dimanfaatkan dalam pengadaan tersebut. Akhirnya, pada April 2025, setelah gelar perkara intensif, 12 nama resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Upaya praperadilan yang diajukan oleh D, mantan Wakil Rektor I, untuk menolak penetapannya sebagai tersangka pun kandas di tangan hakim. Sebuah sinyal kuat bahwa jerat hukum kini semakin mengikat, dan proses peradilan akan terus berjalan mencari kebenaran.

Kasus ini, dengan segala kompleksitas dan nama besar yang terseret, bukan hanya tentang angka kerugian atau pasal-pasal hukum. Ini adalah ujian bagi marwah pendidikan tinggi, panggilan untuk menjaga kemurnian integritas di tengah godaan kuasa dan uang. Masyarakat, khususnya civitas akademika Unand, menanti keadilan ditegakkan sejelas-jelasnya, agar mahkota ilmu yang sempat ternoda dapat kembali bersinar terang tanpa bayang-bayang korupsi.

Exit mobile version