Moderasi Beragama dan Suprastruktur Kampus Jadi Tema Diskusi Tim Riset UIN Malang di Belanda

Tim riset UIN Maliki Malang di sela-sela FGD di Belanda.

INDONESIAONLINE -Moderasi Beragama dan Suprastruktur. Itulah tema strategis focus group discussion (FGD) tim riset Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang  pada hari kelima di Belanda.

Jamila MA, sekretaris Program Studi S3 Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner, mengatakan bahwa diskusi dengan dua unsur social safety committe tersebut memberikan contoh suprastruktur yang harus dimiliki kampus.

“Hal ini untuk mewujudkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kerangka kemanusiaan dan toleransi melalui regulasi yang menggunakan bahasa-bahasa universal,” terangnya.

Lebih lanjut, tim riset UIN Maliki bertemu dengan perwakilan ombudsman dan diversity division di Radboud University untuk sebuah diskusi. Perwakilan ombusdman dan diversity division di Radboud University yaitu Nancy Viellevoye sebagai ombudsperson dan Rona Jualla-van Oudenhoven sebagai diversity office.

Nancy dan Jualla merupakan salah satu personal yang turut serta dalam menyusun pedoman perilaku atau kode etik atau yang lebih dikenal dengan “code of conducts” dan implementasi dari kode etik tersebut di Radboud University.

Mereka juga merupakan salah satu dari perwakilan dua divisi tersebut di Radboud University. Tanggung jawabnya adalah mewujudkan secara langsung  lingkungan yang kondusif bagi para mahasiswa, dosen maupun tenga kependidikan.

Lebih lanjut, dalam mengawal implementasi kode etik tersebut, ada 4 orang ombudsperson di tingkat universitas dan 14 orang confidential advisors di tingkat fakultas.

Dijelaskan Nancy, kode etik tersebut sangat penting dalam mengatur etika perilaku dan berinteraksi warga kampus.  Muaranya tentu untuk memberikan kenyamanan dan menjamin rasa aman bagi warga kampus untuk belajar maupun bekerja di kampus dengan basis nilai equality, diversity and inclusion. Meski begitu,  kode etik saja terkadang belum cukup untuk mencapai lingkungan aman dan inklusif.

“Karenanya social safety sampai detik ini selalu dipromosikan setiap hari baik secara personal maupun melalui institusi seperti berkomunikasi dengan staf, dosen atau dekan masing-masing fakultas,” katanya.

“Peran kita dalam social safety adalah menciptakan kehidupan masyarakat di kampus yang lebih inklusif. Bisa dengan cara yang sederhana mapun kadang dengan cara yang kompleks”, tutur Jualla.

Nancy menambahkan,  social safety baru saja terbentuk. Untuk itu, pihaknya mengharapkan agar dapat bersama-sama mewujudkan dengan langkah nyata dan bukan hanya dengan sekadar kata-kata. “Dengan demikian “code of conducts” tidak hanya berhenti sebagai produk hukum, tetapi juga menjadi framework dalam kehidupan bermasyarakat di Radboud University,” terangnya.

Sementara itu, pada akhir FGD, tim riset UIN Malang memberikan cenderamata dan kain batik khas Indonesia. Pihak Radboud University juga memberikan cenderamata berupa kaus yang bertuliskan “Imprinting Change” dengan tagar #DiversityEquityInclusion. (aas/hel)

moderasi beragamasuprastrukturUIN Maliki Malang