Ngeri, Bumi Masuk Era Pendidihan Global

INDONESIAONLINE – Bumi sedang masuk pada era pendidihan global. Hal ini terlihat di Juli 2023, di mana suhu permukaan bumi dan lautan melonjak tajam.

Melansir data WMO dan program Copernicus, rata-rata suhu permukaan selama 23 hari pertama Juli 2023 mencapai 16,95 derajat celsius. Ini jauh di atas catatan suhu terpanas global yang terjadi pada Juli 2019 lalu sebesar 16,63 derajat celsius.

Sedangkan suhu lautan di seluruh samudera mencatat rekor terpanas sejak April 2023. Juli, suhu lautan mencapai derajat celsius, melebihi rekor 2016 silam.

Suhu terpanas secara global berdasarkan pantauan data ERA5 dari Copernicus Climate Change Service

Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres angkat suara terkait konsisi ekstrem tersebut. Dia mengatakan era pemanasan global telah berakhir dan era pendidihan global telah tiba.

Baca Juga  Sosialisasikan Program Selaras, Polres Tulungagung Sasar Para Pelajar

“Aksi iklim dan segala upaya untuk mencapai keadilan iklim harus ditingkatkan di semua level. Terutama bagi negara-negara G20 yang bertanggung jawab atas 80 persen emisi karbon global,” ucap Guterres.

Emisi karbon dari bahan bakar fosil dari berbagai negara menjadi biang bumi masuk fase pendidihan global. Data dari Lembaga Global Carbon Project (GCP) menghitung setidaknya emisi karbon dari bahan bakar fosil mencapai 36,6 gigaton sepanjang 2022. Emisi karbon telah memenuhi atmosfer bumi dengan jumlah fantastis.

Empat sumber penyumbang emiso karbon adalah batu bara, minyak bumi, gas alam, dan semen. GCP mencatat, 2022 emisi karbon dari batu bara menjadi porsi paling besar, yakni sekitar 41 persen dengan total polutan sebanyak 15,1 gigaton. Kedua minyak bumi dengan besaran emisi karbon 12,1 gigaton, disusul gas alam (7,9 gigaton), dan sisanya adalah industri semen (1,5 gigaton).

Baca Juga  Kisah Tukirin: Dari Keluarga Transmigrasi, Kini Punya Rumah Megah bak Istana hingga Jadi Sultan

Negara penyumbang emisi bahan bakar fosil terbesar adalah China dengan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 11,4 gigaton. Disusul Amerika Serikat (5,1 gigaton), India (2,9 gigaton), dan Uni Eropa (2,8 gigaton).