INDONESIAONLINE – Pemerintah Israel menyerukan warganya untuk segera meninggalkan Mesir dan Yordania. Seruan ini disampaikan pada hari Sabtu (21/10) ketika ketegangan regional meningkat akibat perang di Gaza.

“Dewan Keamanan Nasional Israel menaikkan peringatan perjalanannya untuk Mesir (termasuk Sinai) dan Yordania ke level 4 (ancaman tinggi): rekomendasi untuk tidak melakukan perjalanan ke negara-negara ini dan bagi mereka yang tinggal di sana untuk pergi…sesegera mungkin,” kata Dewan Keamanan Nasional Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip kantor berita AFP, Sabtu (21/10/2023).

Adapun pemberitahuan ini dikeluarkan hanya beberapa hari setelah Israel menarik para diplomatnya dari Turki sebagai tindakan pencegahan keamanan, menyusul seruan sebelumnya agar warga negaranya juga meninggalkan Turki.

Seruan evakuasi tersebut muncul setelah berhari-hari terjadi aksi-aksi protes di Timur Tengah atas serangan udara Israel di Jalur Gaza.

Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa salah satu tujuan Israel dalam kampanye militernya di Jalur Gaza adalah untuk mengakhiri tanggung jawab Israel atas daerah kantong pesisir Palestina itu.

Dilansir media Al Arabiya, Reuters, Sabtu (21/10/2023), selama ini, Gaza tidak memiliki akses ke dunia luar kecuali melalui Israel, yang menguasai 90 persen perbatasan darat dan laut, dan Mesir, yang memiliki perbatasan darat sempit di selatan.

Baca Juga  Houthi Kirim Serangan Terbesar di Laut Merah, Balasan Agresi Israel di Gaza

Israel telah menerapkan blokade ketat terhadap Gaza sejak Hamas menguasai wilayah tersebut pada tahun 2007, memberlakukan pembatasan menyeluruh terhadap ekspor dan impor, dan sangat membatasi siapa saja yang boleh masuk atau keluar.

Sementara itu, sekelompok senator Amerika Serikat berkunjung ke Arab Saudi di tengah meningkatnya kekhawatiran akan meluasnya perang antara Hamas dan Israel.

Senator Lindsey Graham, seorang Republikan, memimpin delegasi senator bipartisan tersebut. Mereka akan bertemu dengan para pejabat Saudi untuk membahas perkembangan terkini di Timur Tengah setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.

“Amerika Serikat dan Arab Saudi memiliki kepentingan yang sama dalam menjaga stabilitas, keamanan, dan kemakmuran kawasan Teluk dan berkonsultasi secara erat mengenai berbagai masalah regional dan global,” kata kantor Graham, dikutip Al Arabiya, Sabtu (21/10/2023). “Arab Saudi memainkan peran penting dalam upaya menuju masa depan yang damai dan sejahtera di kawasan ini,” imbuhnya.

Di antara anggota parlemen yang melakukan perjalanan tersebut adalah Richard Blumenthal, Cory Booker, Katie Britt, Ben Cardin, Susan Collins, Chris Coons, Jack Reed, Dan Sullivan, dan John Thune.

Washington dan Riyadh telah berbeda pendapat mengenai Gaza, dengan Riyadh menuntut gencatan senjata dan penghentian segera serangan Israel yang menargetkan warga sipil.

Baca Juga  India Kini Berada di Bulan

Pemerintah AS mengatakan bahwa Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri dengan cara yang dianggap perlu. Pejabat pemerintahan Biden tidak terlalu memperhatikan atau fokus pada perlunya melindungi warga sipil Palestina setelah serangan Hamas.

Namun baru-baru ini, sikap tersebut telah berubah ketika AS menyerukan agar setiap tindakan Israel dilakukan sejalan dengan hukum kemanusiaan internasional.

Senator Graham telah menjadi pendukung kuat upaya pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendorong normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel.

Upaya diplomatik tampaknya semakin dekat, seperti yang dikatakan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dalam sebuah wawancara dengan Fox News bulan lalu. Namun, tindakan Israel di Gaza untuk sementara waktu telah menunda potensi kesepakatan kedua negara.

Diketahui, perang di Gaza tersebut terjadi setelah kelompok milisi Hamas menyerbu masuk ke Israel dari Jalur Gaza, menyandera lebih dari 200 orang dan membunuh sedikitnya 1.400 orang, sebagian besar warga sipil.

Israel sejak itu berjanji untuk menghancurkan Hamas. Rentetan serangan udara yang dilancarkan sebagai balasannya, sejauh ini telah menewaskan 4.137 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan yang dikendalikan Hamas.