INDONESIAONLINE – Kabar miring dan tidak sedap mewarnai pembangunan ikon baru berupa Tugu Reyog Kendang di perempatan TT atau titik nol KM Kabupaten Tulungagung. Pasalnya, selain ukuran yang dianggap terlalu kecil, Tugu Reyog Kendang ini juga dianggap tidak mencerminkan kemegahan sebagai ikon.

Karena dianggap kurang menarik, bangunan yang belum sepenuhnya jadi ini justru mendapat berbagai pandangan miring netizen. Sebelum menjadi Tugu Reyog Kendang, bangunan lama ini disebut bundaran TT dengan tugu aksesoris jam menempel di dindingnya.

Mengenai hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung Santoso angkat bicara. “Itu dananya dari CSR (CSR adalah Corporate Social Responsibility)
Bank Jatim, nilainya seratus juta lebih dan masih dalam proses penyempurnaan,” kata Santoso.

Mendapat CSR ini, Dinas Lingkungan Hidup mengaku meminta pertimbangan dari berbagai pihak termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan dan ahli sejarah dan seniman.

“Ide awalnya ada tombak kyai Upas, namun kemudian atas berbagai masukan itu dibatalkan dan hanya kendang yang diletakkan di atas tugu itu,” ujarnya.

Baca Juga  Kemenko PMK RI Lakukan Tinjauan Lapangan ke Kampung Desmigratif di Kalidawir, Ini Harapannya

Desainer kendang dan tugu ini juga tidak sembarangan, menurut Santoso, desainer kendang yang terpasang saat ini berasal dari Jawa Barat. “Awalnya tingginya sesuai rencana sekitar 5 meter, namun karena pertimbangan adanya banyak kabel maka ketinggian dikurangi,” ungkapnya.

Saat ini, Tugu Reyog Kendang belum sepenuhnya selesai dibangun. Untuk itu, berbagai masukan dari masyarakat masih dapat dijadikan bahan evaluasi. “Meski sudah terpasang, kendangnya ini akan diubah menghadap ke selatan. Saat ini masih menghadap ke utara, dari banyak masukan ini kurang ideal karena tidak menunjukkan penyambutan orang yang melintas,” imbuhnya.

Selain itu, nantinya jika sudah disempurnakan ikon baru ini akan ditambah lighting dan air mancur untuk mempercantik penampilan dan jika dilihat akan menarik. “Kendangnya akan menghadap ke selatan, tidak ke Utara seperti saat ini. Kemudian kita akan minta agar ketinggiannya ditambah satu atau dua meter,” tuturnya.

Meski pemerintah daerah tidak mengeluarkan uang sepeser pun dalam renovasi Tugu Reyog ini, Santoso memastikan besaran nilai proyek jauh di atas CSR. “Nilainya itu lebih dari Rp 400 juta, ini karena marmer yang dipasang pilihan dan itu bantuan dari Industri Marmer Indonesia Tulungagung (PT Imit),” terangnya.

Baca Juga  Nelayan Asal Blitar ditangkap Satreskoba Polres Tulungagung di Indekos Ngunut

Selain marmer merupakan produk andalan dari sumber daya alam Kabupaten Tulungagung, bentuk dan desain Tugu Reyog Kendang ini juga banyak mempunyai makna. “Misalnya, itu ada lekuk yang jumlahnya 19. Nah, lekuk 19 itu menunjukkan jumlah Kecamatan di Tulungagung,” jelasnya.

Ia pun memaparkan, bila dibandingkan dengan tugu lama, bangunan yang baru ini jauh mencerminkan kondisi dan potensi Kabupaten Tulungagung. “Kalau menurut hemat kami, bahwa dibandingkan dengan tugu yang lama, keberadaan Tugu Reyog Kendang jauh lebih mrncerminkan keberadaan kondisi dan potensi Kabupaten Tulungagung,” bebernya.

Semua masukan tetap menjadi pertimbangan bagi perbaikan dan kesempurnaan ikon yang masih berproses ini.”Mungkin masyarakat  terlalu berlebihan dalam menilai keberadaan karena belum mengetahui secara detail maksud dan makna dari tugu. Saya pikir terkait ketinggian tetap mengedepan estetika dan anggaran,” pungkasnya.