*dd nana veno
“Ingin memadam pada bisumu yang membasuh cerita kita”
Merapatkan nyeri mencari tepi
mengulang perjalanan
air mata yang mengeja setiap cahaya, mimpi, nyeri
rasa putus asa.
Serupa kisah Ibrahim yang khusyuk
mencari siapa pada segala benda-benda
dan akhirnya terpana pada
yang menghidup matikan cahaya.
Yang tak bertepi dan melingkari.
Maka, kurapatkan nyeri menuju tepi
agar segala yang membisu dan dihalangi
benda-benda menampakkan diri
Sesuatu akan dimulai dari tepi, segala akan dimulai
dari sisi yang tak pernah kita pelajari
dari buku-buku dan kisah yang bukan milik kita
sendiri.
Punggung yang senyap
seperti lapang kuruksetra yang dikutuk
pada malam hari. Sepi yang menggetarkan
mata para kstaria dan para dewa.
Semesta menghardik dengan keras
setiap nafas yang masih menenteng cinta
pada medan laga yang hanya menyisakan remah
kewajiban.
Simpan cintamu dengan rapi atau jadikan
dzikir.
Tapi pada punggung yang senyap itu
hanya kisah-kisah nyeri yang tak memiliki tepi
yang akan kau baca.
Para pencinta tak bisa lari, sepertiku yang nyaris
membatu dengan punggung yang kau sebut
senyap itu.
Kewajaran hidup adalah terluka
tapi jangan kau simpan tangisan, anakku
nyeri sepi itu do’a.
Mungkin kelak saat kakimu mulai mengukur
jarak nasib, kau tak akan mudah retak.
Percayalah, aku selalu menziarahimu.
“Kelak, kita akan memahami peristiwa dengan cara yang mungkin sama.”
*Hanya penikmat kopi