Sejarah Lebaran Ketupat, Tradisi Masyarakat Jawa

INDONESIAONLINE – Masyarakat Indonesia yang beragama Islam merayakan Hari Raya Idulfitri atau Lebaran 2024 pada 1 Syawal 1445 Hijriah. Setelah merayakan Lebaran, sebagian warga pun merayakan Lebaran Ketupat.

Tradisi Lebaran Ketupat dilakukan pada hari ke-8 di bulan Syawal. Tradisi ini menandakan sudah dilakukannya puasa sunnah enam hari pertama di bulan Syawal.

Pada momen Lebaran Ketupat, masyarakat akan makan bersama-sama di musala, masjid, atau lapangan seraya memanjatkan doa. Selain ketupat, hidangan khas pada momen ini adalah lodeh, opor, atau rendang.

Lantas, pernahkah kamu berpikir sejak kapan ada lebaran ketupat di Indonesia? Dan apa makna dari lebaran ketupat itu sendiri? Jika kamu penasaran dengan asal usul adanya lebaran ketupat, yuk simak penjelasan berikut ini.

Apa itu Lebaran Ketupat?

Dalam catatan situs Universitas Stekom Pusat, lebaran ketupat atau riyoyo ketupat merupakan tradisi peringatan hari raya Idul Fitri di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Lebaran ketupat biasanya dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, yaitu pada 8 Syawal dan ditandai dengan memakan ketupat. Di beberapa wilayah, tradisi Lebaran Ketupat juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan.

Sejarah Lebaran Ketupat

Baca Juga  Kisah Pendeta Yahudi Masuk Islam, Tak Pernah Sujud Tapi Masuk Surga

Mengutip laman NU Online, masyarakat Jawa mempercayai lebaran ketupat diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga. Tradisi tersebut muncul pada era Wali Songo dimana masyarakat Nusantara sering mengadakan tradisi slametan.

Pada zaman dulu, Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah yaitu Bakda Lebaran yang merupakan tradisi silaturahmi dan bermaaf-maafan setelah sholat Idul Fitri, dan Bakda Kupat (Lebaran Ketupat) yang merupakan perayaan sepekan setelah Idul Fitri.

Lebaran Ketupat diperkenalkan Sunan Kalijaga sebagai pelengkap puasa Ramadhan untuk menggenapkan perhitungan puasa satu tahun dalam puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Oleh karena itu, dilakukanlah perayaan lebaran Lebaran Ketupat sebagai hari kemenangan telah dilaksanakannya puasa selama satu tahun.

Tradisi lebaran ketupat kemudian dijadikan sebagai sarana untuk mengenalkan ajaran Islam tentang cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturahmi di hari lebaran.

Makna Lebaran Ketupat

Tujuan perayaan Lebaran Ketupat tidak terlepas dari makna filosofis ketupat. Menurut buku ‘Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi’ (2021) oleh Lilik Setiawan dkk, ketupat melambangkan simbol permintaan maaf dan juga keberkahan. Bahan utama dari ketupat yaitu nasi dan daun kelapa muda memiliki arti khusus. Nasi dianggap sebagai lambang nafsu, sedangkan daun kelapa muda atau janur melambangkan ‘jati ning nur’ yang artinya hati nurani.

Baca Juga  KDRT Jelas Dilarang dalam Islam!, Istri Ibarat Kaca yang Mudah Pecah

Melalui simbolisasi ketupat tersebut, manusia diharapkan mampu menahan nafsu dunia dengan hati nuraninya. Selain itu ketupat juga didefinisikan sebagai “jarwa dhosok’ atau berarti ‘ngaku lepat’. Terdapat pesan bahwa seseorang harus meminta maaf ketika mereka melakukan sesuatu yang salah.

Bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Ketupat yang sudah matang akan digantung di atas kusen pintu depan rumah dalam jangka waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan sampai kering.

Bentuk segi empat ketupat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer,” yang bermakna bahwa kemanapun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah. Anyaman ketupat yang rumit juga dimaknai sebagai cerminan dari berbagai macam kesalahan manusia. Sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan.

Lebaran Ketupat merupakan perayaan yang menjadi penyempurna momen kemenangan Idul Fitri. Selain itu, Lebaran Ketupat terus dirayakan setiap tahunnya karena mengandung filosofis yang begitu bermakna bagi kehidupan masyarakat Jawa. (mut/yak)