Surat Presiden Soekarno dan Sejarah Daerah Istimewa Surakarta, Dibekukan karena Ulah Tan Malaka

INDONESIAONLINE – Daerah Istimewa Surakarta (DIS) pernah eksis sebelum munculnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Semua berkat surat dari Presiden pertama RI, Soekarno.

Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno memberikan piagam kedudukan kepada Sunan Pakubuwono XII dan KGPAA Mangkunegara VIII dengan kedudukan sebagai kepala Daerah Istimewa Surakarta. Piagam kedudukan itu dikeluarkan presiden pada 19 Agustus 1945.

Isi Lengkap Surat Soekarno

REPOEBLIK INDONESIA

Kami, PRESIDEN REPOEBLIK INDONESIA, menetapkan: Ingkang Sinohoen Kanjeng Soesoehoenan Pakoeboewono Senopati Ing Ngalogo Abdoerrahman Sayidin Panotogomo Ingkang Kaping XII, ing Soerakarta-Hadiningratpada kedoedoekannya dengan kepertjayaan bahwa Seri Padoeka Kanjeng Soesoehoenan akan mentjoerahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta 19 Agoestoes 1945

Presiden Repoeblik IndonesiaTtd.Ir. SOEKARNO

Hubungan Diplomatik

Surat ini tidak muncul begitu saja. Ada peristiwa lain yang melatarbelakanginya. Bahkan, bisa saja menggunakan istilah balas budi Soekarno atas Tindakan Pakubuwono XII.

Tepatnya, pada 18 Agustus 1945 atau satu hari setelah proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia. Raja Surakarta, Pakubuwono XII dan Adipati Mangkunegaran KGPAA Mangkunegara XIII menyampaikan ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga  Birokratisasi Picu Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Madura oleh Belanda

Ucapan selamat tersebut tak hanya lisan semata. Melainkan dengan maklumat penegasan dukungan bahwa keraton berdiri di belakang Republik Indonesia.

Inilah yang membuat Presiden memutuskan untuk memberikan otoritas khusus untuk Daerah Istimewa Surakarta. Tak hanya itu, untuk memperkuat pengakuan, pemerintah juga memberikan pangkat militer.

Sunan Pakubuwono XII sebagai kepala daerah istimewa itu kemudian mendapat pangkat militer Letnan Jenderal. Pangkat Letnan Jenderal itu merupakan bentuk penghormatan sekaligus pengakuan perjuangan Raja Surakarta Pakubuwono XII untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dan berdirinya NKRI.

Pembekuan Status DIS

DIS dalam sejarahnya pernah ada. Namun sayangnya, status keistimewaan Surakarta itu hingga saat ini masih dibekukan. Penyebabnya, kekacauan politik dan gerakan anti swapraja pimpinan Tan Malaka.

Gerakan anti swapraja itu terbentuk pada Oktober 1945. Gerakan ini mengkampanyekan anti monarki dan anti feodalisme di Surakarta pada waktu itu. Di kemudian hari, banyak yang menyebut gerakan ini dengan pemberontakan Tan Malaka.

Baca Juga  Sejarah Desa Legetang, Kaum Sodom dan Longsor Dahsyat

Dalam praktiknya, gerakan anti swapraja itu memasang beberapa target. Selain membubarkan DIS, gerakan ini juga menginginkan pencabutan kewenangan istimewa yang dimiliki Keraton Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran.

Dengan tercapainyatarget ini, kelompok gerakan ini kemudian membagikan tanah-tanah yang ada di bawah kekuasaan keraton penerus Dinasti Mataram Islam itu kepada para petani.

Gerakan anti swapraja mendapat dukungan dari kelompok-kelompok kiri. Gerakan ini memandang keraton Jawa adalah simbol dari feodalisme. Pegangan kelompok ini adalah revolusi, demokrasi, serta anti feodalisme.

Kelompok Tan Malaka memainkan kekacauan sosial dengan menculik dan membunuh kerabat istana dan kerabat Raja Surakarta pada waktu itu. Salah satu tokoh yang jadi korban keganasan kelompok anti swapraja itu adalah RM Soerjo (Gubernur pertama Provinsi Jawa Timur).