Beranda

Suriah Hapus Wajah Assad: Babak Baru Ekonomi di Balik Uang Kertas

Suriah Hapus Wajah Assad: Babak Baru Ekonomi di Balik Uang Kertas
Uang lama pecahan 2.000 pound menampilkan Bashar Al Assad (beredar sejak 2017) yang akan diganti dengan uang kertas baru (Ist)

Suriah luncurkan mata uang baru 1 Januari 2026, menghapus wajah Assad. Simbol reformasi ekonomi dan politik pasca-runtuhnya rezim Ba’ath.

INDONESIAONLINE – Di pasar-pasar tua Damaskus yang berdebu, di antara aroma rempah yang menyengat dan reruntuhan gedung yang belum sepenuhnya pulih, uang bukan sekadar alat tukar. Selama seperempat abad, setiap lembar Lira (Pound Suriah) yang berpindah dari tangan pedagang ke pembeli adalah pengingat visual akan siapa yang berkuasa.

Wajah-wajah itu menatap dingin dari dalam dompet: Bashar Al Assad pada pecahan 2.000 pound, dan ayahnya, Hafez Al Assad, sang pendiri dinasti, pada pecahan 1.000 pound. Mereka ada di sana saat rakyat membeli roti, saat membayar ongkos bus, bahkan saat menyuap petugas perbatasan. Uang adalah propaganda yang paling intim, yang menyusup ke saku setiap warga.

Namun, tirani simbolik itu akan segera berakhir. Pada Kamis, 26 Desember 2025, sebuah pengumuman dari Bank Sentral Suriah menggema seperti lonceng kematian terakhir bagi rezim lama. Gubernur Bank Sentral, Abdel Qader Al Hasriya, dengan nada yang tenang namun tegas, mengumumkan bahwa Suriah akan mulai menukar uang kertas lama dengan mata uang nasional baru mulai 1 Januari 2026.

Ini bukan sekadar kebijakan moneter; ini adalah eksorsisme politik. Suriah sedang berusaha mengusir hantu-hantu masa lalu dari sistem ekonominya.

Mengubur Kultus Individu

“Ini adalah tonggak nasional penting yang mencerminkan awal dari fase ekonomi dan moneter baru,” ujar Hasriya dalam pernyataan resminya. Kalimat ini, meski terdengar birokratis, menyimpan makna revolusioner.

Dekrit Presiden No. 293 Tahun 2025 menjadi landasan hukum bagi perubahan radikal ini. Dalam desain mata uang baru yang akan segera beredar, tidak akan ada lagi wajah manusia. Hasriya menegaskan bahwa enam pecahan baru akan diterbitkan “tanpa gambar atau simbol tokoh”.

Keputusan untuk menihilkan figurasi manusia pada mata uang adalah langkah drastis untuk membunuh kultus individu yang dibangun Partai Ba’ath sejak kudeta tahun 1963.

Uang kertas baru Suriah nantinya akan menjadi kanvas netral. Ia hanya akan berbicara tentang nilai, tentang ekonomi, dan mungkin tentang lanskap netral bangsa itu, bukan tentang ego seorang diktator. Langkah ini menandai berakhirnya era di mana loyalitas politik dipaksakan bahkan melalui transaksi jual beli paling sederhana sekalipun.

Mimpi Buruk Hiperinflasi dan Tumpukan Kertas

Di balik dimensi simbolisnya, pergantian mata uang ini didorong oleh realitas ekonomi yang mencekik. Selama tahun-tahun terakhir kekuasaan Assad, dan dalam kekacauan transisi pasca-kejatuhannya pada 8 Desember 2024, nilai Pound Suriah terjun bebas.

Hiperinflasi telah mengubah cara warga Suriah berinteraksi dengan uang. Pemandangan warga yang membawa kantong plastik hitam atau tas ransel berisi gepokan uang tunai hanya untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari telah menjadi kelaziman yang menyedihkan. Nilai kertas itu nyaris lebih mahal daripada nominal yang tertera di atasnya.

Depresiasi tajam ini adalah warisan perang saudara yang brutal, sanksi internasional, dan korupsi yang menggerogoti jantung ekonomi negara. Dengan rencana penghapusan angka nol (redenominasi) yang sempat disinggung dalam wacana reformasi sebelumnya, mata uang baru ini diharapkan dapat menyederhanakan transaksi dan memulihkan sedikit martabat pada sistem pembayaran nasional. Rakyat lelah harus menghitung jutaan pound hanya untuk sepotong kenyamanan hidup yang minim.

Gubernur Hasriya menyadari bahwa perubahan mendadak pada sistem uang dapat memicu kepanikan. Trauma masyarakat terhadap hilangnya nilai tabungan masih sangat basah. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil kali ini menekankan pada transparansi—sebuah barang langka di era pemerintahan sebelumnya.

“Bank Sentral akan mengadakan konferensi pers khusus pada Minggu (28/12/2025) untuk menguraikan detail lengkap proses penukaran,” janji Hasriya.

Ia menegaskan bahwa jadwal waktu, lokasi pusat penukaran yang disetujui, dan mekanisme teknis akan dibuka seluas-luasnya kepada publik.

Langkah komunikatif ini krusial. Pemerintahan transisi di bawah Presiden Ahmed Al Sharaa, yang dibentuk pada Januari 2025 pasca-pelarian Assad ke Rusia, sedang bertaruh besar. Kepercayaan publik adalah mata uang yang jauh lebih berharga daripada kertas-kertas baru yang akan dicetak itu. Jika proses penukaran ini kacau atau merugikan rakyat kecil, legitimasi pemerintahan baru bisa terguncang.

Sejarah yang Berbalik Arah

Momen 1 Januari 2026 nanti akan dicatat dalam buku sejarah Suriah sebagai titik balik. Setahun sebelumnya, dunia menyaksikan runtuhnya rezim yang tampaknya tak tergoyahkan. Bashar Al Assad, yang memerintah dengan tangan besi selama hampir 25 tahun meneruskan jejak ayahnya, akhirnya tumbang. Pelariannya ke Moskow mengakhiri dominasi Partai Ba’ath yang telah mencengkeram Suriah sejak 1963.

Kini, Suriah sedang tertatih-tatih membangun ulang dirinya. Reformasi ekonomi dan politik yang diluncurkan pemerintahan baru bertujuan untuk menambal luka menganga akibat perang dan isolasi. Mengganti mata uang adalah langkah logis dalam buku panduan pemulihan negara pasca-konflik.

Hal serupa pernah dilakukan oleh Jerman pasca-Perang Dunia II atau negara-negara pecahan Uni Soviet. Uang baru adalah sinyal stabilitas baru.

Namun, tantangannya tidak ringan. Menarik uang lama yang jumlahnya triliunan dari sirkulasi, mendistribusikan uang baru ke pelosok negeri yang infrastrukturnya hancur, dan meyakinkan pasar internasional bahwa Suriah sudah aman untuk investasi, adalah tugas Herculean.

Minggu depan, ketika warga Suriah menukarkan lembaran uang lusuh bergambar Assad dengan kertas baru yang bersih, mereka tidak hanya menukar alat bayar. Mereka sedang menukarkan masa lalu yang penuh darah dengan masa depan yang, meski belum pasti, setidaknya menawarkan harapan untuk memulai kembali dari nol—secara harfiah dan metaforis.

Di Damaskus, angin perubahan kini berhembus melalui loket-loket bank, membawa janji bahwa tirani tidak lagi memiliki tempat, bahkan di dalam dompet rakyatnya.

Exit mobile version