JATIMTIMES – Sejumlah perwakilan masyarakat Desa Bendungan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung mendatangi balai desa setempat, Sabtu (29/1/2022). Kedatangan perwakilan masyarakat itu berniat meminta klarifikasi terhadap kades atas surat pernyataan atau janji kampanye yang pernah disampaikan kepada warga pada pemilihan kepala desa 2019 lalu.

Salah satu perwakilan masyarakat Desa Bendungan Fajar Wibowo mengatakan, kedatangannya ke balai desa dilatarbelakangi dari pernyataan tertulis dari calon kades atau yang saat ini menjadi Kades Bendungan, bahwa jika terpilih akan memberikan insentif berupa seluruh tanah bengkoknya akan diserahkan kepada seluruh masyarakat pemilih.

Baca Juga : Kades di Jember ‘Ngeyel’ Pecat Perangkat, Kadis DPMD: Selama Tidak Ada Rekom Camat, Pemecatan ‘Tidak Sah’ 

 

Yang menjadi polemik, lanjut Fajar, dari realisasi janji kampanye itu, menurut warga desa masih belum transparan. Sehingga warga meminta klarifikasi kepada kades.

“Karena menurut pemahaman kami belum transparan. Makanya kami menanyakan seperti ini tadi,” kata Fajar seusai pertemuan, Sabtu (29/1/2022).

Selain itu, kedatangan warga ke balai desa juga merupakan wujud keprihatinan masyarakat atas maraknya money politik dalam proses Pilkades. Sehingga masyarakat berupaya memutus mata rantai money politik agar ke depan Desa Bendungan terbebas dari bandar-bandar politik desa.

Fajar juga menyampaikan, prinsipnya masyarakat ingin pemimpin yang utuh, yang betul-betul bisa memainkan perannya secara maksimal tidak mempunyai beban moral terhadap kelompok-kelompok yang menjadikannya. 

“Itu yang ingin kami perjuangkan, sebenarnya ke situ arahnya,” ucapnya.

Fajar menjelaskan, dalam musyawah hari ini, kades menyatakan bahwa pengelolaan tanah bengkok sudah diserahkan kepada tim suksesnya. Selama dua tahun ini, setiap lebaran atau hari raya Idul Fitri masyarakat diberikan sembako dari tim sukses yang mengelola bengkok itu. Namun yang menjadi persoalan, pembagian sembako dari hasil pengelolaan tanah bengkok yang dilakukan tim sukses tidak melalui mekanisme musyawarah dengan warga sehingga keputusan membagi sembako dilakukan sepihak oleh tim sukses.

Baca Juga  Tingkatkan Kepatuhan Hukum Masyarakat di Kelurahan, Pemkot Mojokerto Gandeng Pemprov dan Polda

Lebih parah lagi, hasil pengelolaan tanah bengkok itu ternyata tidak seluruhnya dikembalikan ke masyarakat. Karena setengah dari hasil itu digunakan untuk pengembalian biaya operasional saat pilkades kemarin.

“Ini kan, akhirnya rusak tatatan sosial masyarakat kalau seperti ini,” tegas Fajar.

Fajar mengungkapkan, sembako yang diberikan kepada masyarakat berupa beras dan kue-kue lebaran. Untuk jumlah tanah bengkok kades ada 8 bahu atau sekitar 5 hektare (ha) yang per bahu harga sewa pertahunnya sekitar Rp 17 juta.

Dari bengkok 8 bahu itu, warga menginginkan harus dikelola secara transparan. Artinya, jika ada tim yang dipilih kades untuk mengelola itu, masyarakat harus mengetahui, harus diajak rembukan, dan harus diajak dialog. Sehingga tidak timbul kecurigaan di dalam masyarakat dan bisa kondusif.

Fajar mengakui, bahwa semua masyarakat dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) 2.030 atau 654 KK itu, semuanya sudah menerima sembako dari hasil tanah bengkok. Tapi yang  perlu dikritisi bahwa itu semua masih belum sesuai dengan janji kampanye.

Baca Juga : BPJS ketenagakerjaan Kediri Serahkan Bukti Kepesertaan Bukan Penerima Upah 

 

“Semua sudah menerima sembako, tapi kami sebagai masyarakat yang mengkritisi kebijakan ini menganggap belum sesuai dengan janji yang tertulis,” ungkapnya.

Dengan kata lain, masyarakat harusnya bisa mendapatkan lebih dari apa yang sudah didapatkan sebelumnya. Karena dari hasil itu sebagian masih digunakan untuk mengembalikan biaya politik ke bandar politik yang membiayai Pilkades. Jika masalah itu tidak bisa diselesaikan, sebagai wakil dari masyarakat Desa Bendungan, Fajar akan mengejarnya sampai titik akhir, dengan alasan bahwa proses kebenaran ini akan diwariskan kepada generasi penerus.

Baca Juga  Sambut Tahun Baru Islam 1444 H, Kodim 0808/Blitar Gelar Doa Bersama

“Kalau ini dijadikan pembenaran, jangan sampai hal ini ditiru generasi berikutnya. Ini harus sampai titik, pihak masyarakat yang salah atau pihak kades yang salah, harus jelas ini,” tutup Fajar.

Sementara itu, Kepala Desa Bendungan Suryanto mengatakan, dalam proses politik membentuk tim sukses itu adalah hal lumrah. Berkaitan dengan surat pernyataan yang pernah dibuatnya itu semuanya sudah terealisasi. Artinya, hasil dari tanah bengkok secara keseluruhan sudah disampaikan ke masyarakat sejak awal menjabat.

“Secara keseluruhan sudah disampaikan ke masyarakat sejak awal. Hasil dari bengkok sudah kita berikan kepada masyarakat,” katanya.

Selain itu, dari awal pencalonan kades, Suryanto sudah berfikir dan menyampaikan kepada masyarakat untuk membangun desa menjadi lebih baik. Karena dalam Pemerintahan Desa sebelumnya ada sesuatu atau tata kelola yang kurang bagus. Untuk itu, misi yang dia bawa adalah membangun desa lebih baik dari sisi administrasi pemerintahan agar tidak ada peluang korupsi sehingga penggunaan dana desa bisa menjadi maksimal.

Dari alasan itulah, Suryanto diusung oleh beberapa tokoh masyarakat untuk menemani membenahi desa. Semua hal itu sudah disampaikannya dalam musyawarah dan masyarakat menerima komitmen itu. “Intinya perwakilan masyarakat  telah menerima bahwa hasil itu sudah diberikan kepada masyarakat,” jelasnya.

Suryanto menjelaskan, kedatangan perwakilan masyarakat pada intinya meminta agar semua tanah bengkok diserahkan semua. Dirinya mengaku bahwa semua permintaan warga itu sudah semuanya diserahkan. Dan tim pengelolaan dari hasil tanah bengkok itu sudah memberikan semua sembako kepada 654 KK atau seluruh warga yang ada di desa.

“Pada intinya semua sudah kita berikan kepada masyarakat, yang jadi kades ini tidak mendapat apa-apa. Saya hanya mendapat siltap dari pemerintah saja,” tutupnya.



Muhamad Muhsin Sururi