INDONESIAONLINE – Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan penyakit TBC, sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan. Di Kabupaten Tulungagung, pada tahun 2022 temuan suspect mencapai 101 persen dari target yang ditentukan SPM (Stadart Pelayanan Minimal)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Kasil Rohmat melalui Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Didik Eka mengatakan banyaknya temuan ini justru menjadi hal positif paska pandemi Covid-19.

Pasalnya, saat pandemi Covid-19 skirining atau tracing bagi orang yang di curigai sebagai penderita TBC di Kabupaten Tulungagung sempat terkendala.

“Ini malah menjadi hal yang positif, artinya semakin banyak temuan maka menandakan kader TB benar-benar aktif untuk melakukan pantauan dan mendapat temuan di lapangan,” kata Didik Eka, Senin (20/2/2023) kemarin.

Lanjutnya, salah satu tugas dari kader TB ini melalukan tracing bagi orang yang punya kontak dengan penderita positif TBC.

“Seperti Covid-19, 20 orang yang kontak langsung pada seorang penderita positif TBC akan di tracing dengan diambil dahaknya dan diperiksa bagian lain untuk memastikan bakteri ini telah menular apa tidak,” ujarnya.

Pada tahun 2022, Dinas kesehatan Kabupaten Tulungagung menurut Didik telah mendapatkan pasien TBC sebanyak 1416 atau 52 persen dari target yang di tentukan yakni 2720.

Temuan 52 persen ini, lanjut Didik, telah ditangani dengan wajib minum obat rutin selama enam bulan.

Baca Juga  Petugas Keswan Yakinkan Warga Banyuwangi Pendataan dan Penandaan tidak Sebabkan Hewan Cacat

“Kita mengobati 1416 orang, atau persentase nya 52 persen,” imbuhnya.

Didik kembali menegaskan, temuan yang besar ini justru akan dapat mengontrol lebih baik sebaran penyakit TBC di Kabupaten Tulungagung.

“Bayangkan, kalau kontak erat dengan pasien TBC yang positif telah tertular tidak segera ditemukan, maka akan semakin menularkan pada orang lain,” ungkapnya.

Pasalnya, penyakit yang menyerang paru-paru ini gejalanya juga banyak terjadi pada penyakit lain. Ironisnya, masyarakat masih menganggap penyakit TBC sebagai hal yang memalukan dan pasien tidak mau di katakan terserang penyakit ini.

“Misalnya, kalau dia datang ke dokter dikatakan TBC lalu datang lagi ke dokter lain dan disebut terkena sakit radang paru, maka ia akan lebih senang ke dokter terakhir yang tidak memvonisnya kena TBC. Masyarakat kita perlu edukasi dan diberikan pemahaman yang baik,” jelasnya.

Padahal, lanjut Didik bagi penderita yang dinyatakan positif TBC ini memerlukan pengobatan rutin 6 bulan. Jika tidak, maka ditakutkan akan terjadi TBC resistensi obat.

“Saat ini ada 15 pasien TBC resistensi obat, kalau sudah demikian penanganannya semakin sulit dan pemerintah membutuhkan biaya per Pasian mencapai 100 juta rupiah,” ungkapnya.

Setiap pasien TBC akan diberikan obat secara gratis yang standarisasi WHO dan kalau tidak mau minum obat dari pemerintah ini, maka pasien akan mengeluarkan biaya minimal 500.000 tiap bulan selama 6 bulan.

Baca Juga  Komisi C DPRD Tulungagung Sikapi Banyaknya Pasien Mengeluh Tentang Faskes di RSUD dr Karneni Campurdarat 

“Perbulan sekitar 500 ribu rupiah, kali enam maka sekitar 3 juta rupiah jika tidak mau minum obat dari pemerintah yang gratis,” tandasnya.

Biasanya, pasien TBC yang tidak terkontrol oleh dinas kesehatan, hanya akan meminum obat hingga kondisinya merasa enak dan sehat.

“Kalau minum obat, satu bulan sudah merasa membaik dan berat badan tubuh mulai naik. Ia merasa telah sehat, meski sebenarnya bakteri masih bersarang dalam tubuhnya. Ini kalau kambuh, akan bahaya karena bisa masuk dalam resistensi obat tadi,” terangnya.

Dinkes Tulungagung menurut Didik telah bekerjasama dengan seluruh dokter praktek untuk saling memberikan informasi jika ada orang yang diduga terkena TBC datang ke kliniknya.

“Semua dokter yang buka praktek sudah paham dan saling membantu, jika ada pasien dengan gejala TBC akan diberikan pemahaman agar selanjutnya diberikan obat oleh Faskes atau Puskesmas. Mereka rela kehilangan profit untuk membantu masyarakat kita agar tidak menularkan bakteri ini ke orang lain,” paparnya.

Dinas kesehatan Tulungagung mengingatkan pada masyarakat yang mengalami gejala berkeringat malam hari, batuk yang tak kunjung sembuh, kelelahan, kehilangan nafsu makan dan berat badannya makin menurun untuk memeriksakan diri ke Faskes terdekat.

“Tidak perlu malu atau takut, makin cepat terdeteksi makin punya peluang besar disembuhkan dan tidak menularkan pada orang lain,” pungkas Didik.