5 Kelompok Ini Kontra atas Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo 

5 Kelompok Ini Kontra atas Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo 

INDONESIAONLINE – Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat atau Brigadir J. 

Putusan majelis hakim atas kasus Ferdy Sambo pun menuai pro kontra di masyarakat. Selain banyak warga yang setuju putusan itu, ada beberapa kelompok yang menilai hukuman mati tak seharusnya diberikan kepada Sambo. 

Berikut ini 5 kelompok yang kontra terhadap vonis Ferdy Sambo, dikutip dari berbagai sumber, Selasa (14/2). 

1. Komnas HAM

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro sejatinya tidak memberikan penegasan untuk menolak ukuman mati yang dijatuhkan terhadap Ferdy Sambo.

“Meski hak hidup termasuk ke dalam hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights),  hukum Indonesia masih menerapkan pidana hukuman mati,” kata Atnike. 

Meski begitu, Atnike menyinggung Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja diketuk palu oleh DPR dengan pemerintah. “Komnas HAM mencatat bahwa dalam KUHP yang baru, hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok dan berharap agar penerapan hukuman mati ke depan dapat dihapuskan,” ujar Atnike.

2. Amnesty International Indonesia (AII)

AII menilai Sambo memang perlu dihukum berat, tapi terdakwa tersebut tetap punya hak untuk hidup. Maka, hukuman mati tidaklah tepat dijatuhkan untuknya.

“Amnesty tidak anti-penghukuman. Kami sepakat bahwa segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional yang dilakukan aparat negara harus dihukum yang berat, tetapi tetap harus adil, tanpa harus menjatuhkan hukuman mati. Ini hukuman yang ketinggalan zaman,” kata Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia dikutip dari situs resminya.

Menurut Usman, daripada menjatuhkan vonis mati, lebih baik negara fokus membenahi keseluruhan sistem. Tujuannya agar kejahatan serupa tidak terulang serta tidak melanggengkan impunitas (kekebalan hukum) terhadap aparat yang melakukan kekerasan.

Lebih lanjut Usman menjelaskan bahwa hukuman mati bukan jalan pintas untuk membenahi akuntabilitas kepolisian. Hal yang dapat membenahi kepolisian adalah pembenahan internal secara serius.

“Kami menghormati putusan hakim yang telah berusaha untuk memenuhi rasa keadilan korban dan juga khalayak umum. Namun hakim bisa lebih adil tanpa harus memvonis mati Sambo,” kata Usman.

3. Indonesia Police Watch (IPW)

Kelompok pemerhati kepolisian IPW menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo merupakan vonis yang problematik. 

IPW menilai perbuatan Sambo memang kejam tapi tidak sadis. Hakim juga seharusnya dapat mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan hukuman, meliputi sikap Ferdy Sambo yang sopan serta catatan pengabdian dan prestasi selama menjabat.

“Putusan mati ini adalah putusan karena tekanan publik akibat pemberitaan yang masif dan hakim tidak dapat melepaskan diri dari tekanan tersebut,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. 

4. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)

PGI juga menolak hukuman mati yang diputuskan majelis hakim kepada Sambo. Meski menghargai putusan pengadilan, PGI berpendapat vonis itu sudah melampaui kewajaran. Pendapat PGI didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.

“Hukuman mati adalah sebuah keputusan yang berlebihan, mengingat Tuhanlah pemberi, pencipta dan pemelihara kehidupan. Dengan demikian, hak untuk hidup merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi oleh umat manusia. Dan karenanya, hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk mencabutnya,” kata Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom.

Menurut dia, penegakan hukum oleh negara harus memelihara kehidupan. Segala bentuk hukuman harus membuat manusia berpeluang kembali ke jalan yang benar. Peluang memperbaiki diri seperti itu bakal tertutup bila hukuman mati diterapkan.

Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Duham) serta Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik yang menyatakan dukungan terhadap HAM.

Lebih lanjut, PGI menilai vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo tersebut seperti pelampiasan balas dendam dan frustrasi publik ke Ferdy Sambo. Padahal, bukan begitu seharusnya sikap mental penjatuhan hukuman. Hukuman mati juga tidak membuat jera pelaku atau calon pelaku kejahatan.

“Saya meragukan pendapat sementara pihak yang menganggap hukuman mati akan memberi efek jera sebagaimana yang dimaksudkan oleh ancaman hukuman mati tersebut. Terbukti kasus narkoba terus meningkat meski negara telah mengeksekusi mati beberapa pelaku tindak pidana narkoba,” kata Gomar Gultom.

5. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan  vonis mati terhadap Ferdy Sambo bertentangan dengan konstitusi.

Ia turut menyebut kalau putusan itu tidak sejalan dengan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja direvisi.

“Ketika membuat KUHP yang baru, itu sebenarnya semangat menghilangkan atau menghindari hukuman mati. Kenapa? Karena di konstitusi itu jelas, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun,” kata Isnur.

Dalam Pasal 100 KUHP yang baru, hukuman mati tidak lagi menjadi hukuman pokok. Aturan barunya ialah seorang tervonis hukuman mati untuk menjalani masa percobaan selama 10 tahun.

Pada ayat (4) disebutkan, memberikan kesempatan bagi seorang tervonis hukuman mati untuk mengubah hukumannya menjadi hukuman pidana seumur hidup melalui putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

“Jadi sebenarnya, hak hidup itulah hak hidup yang dijamin oleh konstitusi dan dengan alasan pengadilan pun harusnya nggak bisa diberikan,” ucap  Isnur.

“Jadi, ini tentu bertentangan dengan konstitusi dan juga bertentangan dengan kemajuan progresivitas dalam HAM karena banyak negara lain cenderung menghapus hukuman mati,” katanya.

YLBHI menilai, hukuman seumur hidup penjara yang dituntutkan jaksa penuntut umum lebih tepat dibandingkan vonis mati yang sudah dijatuhkan majelis hakim.

“Tentu tanpa mengurangi rasa keadilan kepada korban, seumur hidup juga sangat membuat orang sangat menderita sangat panjang di penjara,” ujar Isnur.