Korupsi BBM Pertamina: Celios Desak Pemerintah Hitung Kerugian Konsumen, Potensi Capai Rp17,4 Triliun

Korupsi BBM Pertamina: Celios Desak Pemerintah Hitung Kerugian Konsumen, Potensi Capai Rp17,4 Triliun
Ilustrasi SPBU Pertamina setelah dilanda kasus dugaan korupsi BBM dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun dalam setahun serta kerugian konsumen (masyarakat) sekitar hingga Rp17,4 triliun dalam setahun (io)

INDONESIAONLINE – Kasus dugaan korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di tubuh PT Pertamina (Persero) tak hanya merugikan negara, tetapi juga berpotensi menggerogoti kantong masyarakat. Center of Economic and Law Studies (Celios) mendesak pemerintah untuk membuka mata terhadap kerugian konsumen yang selama ini terabaikan, yang angkanya bisa mencapai belasan triliun rupiah.

Selama ini, sorotan utama dalam kasus dugaan korupsi BBM Pertamina hanya tertuju pada kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp193,7 triliun dalam setahun, seperti diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Namun, Celios mengingatkan ada sisi lain yang tak kalah penting: kerugian konsumen.

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (28/2/2025), menegaskan bahwa konsumen berpotensi menanggung kerugian akibat membayar lebih mahal untuk BBM RON 92, padahal kualitasnya setara RON 90.

Praktik “oplosan” ini, jika benar terbukti, adalah bentuk penipuan yang merugikan masyarakat secara langsung.

Celios memperkirakan kerugian konsumen akibat selisih harga ini bisa mencapai Rp47 miliar per hari. Jika dikalkulasi dalam setahun, angkanya melonjak hingga Rp17,4 triliun! Sebuah angka yang sangat signifikan dan seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.

Lebih jauh, Huda menjelaskan bahwa kerugian ini juga berdampak pada perekonomian nasional. Dana masyarakat yang seharusnya bisa digunakan untuk konsumsi barang dan jasa lain, justru tersedot untuk menutupi selisih harga BBM yang “dimanipulasi”. Akibatnya, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berpotensi tergerus.

Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, termasuk sejumlah petinggi Pertamina. Di antara mereka adalah Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga), Edward Corne (VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga), Riva Siahaan (Direktur Utama Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT KPI), dan Yoki Firnandi (Direktur PT Pertamina International Shipping).

Modus operandi yang diduga dilakukan para tersangka adalah blending atau pengoplosan BBM. Mereka diduga membeli BBM dengan RON 90 atau lebih rendah, namun mengklaimnya sebagai RON 92. Kemudian, BBM RON 90 tersebut dioplos di tempat penyimpanan (storage/depo) agar seolah-olah menjadi RON 92.

Menanggapi tudingan Kejaksaan Agung, Pelaksana tugas harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah adanya praktik pengoplosan Pertamax.

Ega menjelaskan bahwa BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari kilang dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri, dan produk tersebut sudah memiliki nilai RON yang sesuai sebelum didistribusikan.