Kemenkeu Perketat Pengawasan: 2.000 Wajib Pajak Jadi Target Utama

Kemenkeu Perketat Pengawasan: 2.000 Wajib Pajak Jadi Target Utama
Sebanyak 2.000 wajib pajak kini dalam pengawasan ketat sebagai bagian dari strategi intensifikasi penerimaan negara oleh Kemenkeu (Ist)

INDONESIAONLINE – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengambil langkah tegas untuk mengoptimalkan penerimaan negara yang mengalami kelesuan di awal tahun 2025. Sebanyak 2.000 wajib pajak kini dalam pengawasan ketat sebagai bagian dari strategi intensifikasi penerimaan negara.

Langkah ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN Kita pekan lalu.

Anggito menjelaskan bahwa pengawasan terhadap 2.000 wajib pajak ini merupakan satu dari empat strategi utama yang dirumuskan dalam leader official meeting Kemenkeu dua bulan lalu.

“Pertama, transformasi join program antara eselon 1 Kemenkeu, ada lebih dari 2.000 wajib pajak yang sudah kita identifikasi. Kita akan lakukan analisis pengawasan, penagihan intelijen sehingga bisa dapat tambahan penerimaan negara,” tegasnya.

Selain fokus pada 2.000 wajib pajak tersebut, Kemenkeu juga akan mengintensifkan pengumpulan pajak dari transaksi digital, baik yang berlangsung di dalam maupun luar negeri. Langkah ini sejalan dengan pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia.

Strategi ketiga adalah digitalisasi untuk menekan penyelundupan. Anggito meyakini bahwa digitalisasi dapat mengurangi peredaran barang-barang ilegal, seperti cukai dan rokok palsu, serta mencegah penyalahgunaan peruntukan barang.

Langkah keempat adalah intensifikasi penerimaan negara, khususnya dari sektor komoditas unggulan seperti batu bara, nikel, timah, bauksit, dan sawit. Kemenkeu berencana untuk segera mengumumkan perubahan kebijakan terkait tarif, layering, dan harga acuan batu bara.

“Terakhir (keempat) adalah intensifikasi untuk beberapa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sifatnya layanan premium, untuk menengah ke atas. Sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan kita coba mengintensifikasi (PNBP) untuk mendapatkan tambahan penerimaan,” jelas Anggito.

Langkah-langkah ini diambil menyusul realisasi pendapatan negara hingga Februari 2025 yang baru mencapai Rp316,9 triliun, atau 10,5% dari target. Penerimaan perpajakan menyumbang Rp240,4 triliun, sedangkan PNBP sebesar Rp76,4 triliun.

Khusus penerimaan pajak, angkanya hanya Rp187,8 triliun, atau 8,6% dari target APBN 2025. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 30,19% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor. “Meskipun polanya tetap sama dari tahun ke tahun, di mana Januari dan Februari cenderung turun. Kita melihat ada beberapa perlambatan, terutama karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita, seperti batu bara, minyak, dan nikel,” ujarnya.

Selain itu, Sri Mulyani juga menyoroti dampak kebijakan baru, seperti tarif efektif rata-rata (TER) pada PPh 21, dan restitusi PPN dalam negeri yang cukup signifikan di awal tahun. Kebijakan-kebijakan ini, meskipun bertujuan baik, memberikan dampak jangka pendek pada penerimaan negara.

Dengan empat strategi utama ini, Kemenkeu berharap dapat mengoptimalkan penerimaan negara dan mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN 2025. Pengawasan ketat terhadap 2.000 wajib pajak, optimalisasi pajak digital, digitalisasi anti-penyelundupan, dan intensifikasi PNBP menjadi kunci untuk mencapai tujuan tersebut.