INDONESIAONLINE – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang terus meneguhkan diri sebagai kampus unggul bereputasi internasional. Salah satunya dengan gencar melakukan konferensi internasional. Baru-baru ini, UIN Malang menggelar International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (Iconetos).

Beragam tema ada dalam Iconetos. Namun tema besar yang diusung begitu lengkap, yakni  Toward a Sustainable Future for Interdisciplinary Synergy of Education.

Kepala LP2M UIN Maliki Malang Prof Dr Agus Maimun dan Ketua Panitia Iconetos 2022 Muhammad Anwar Firdausy mengatakan, pihak panitia menghadirkan narasumber dari berbagai keilmuan. Dalam sesi awal, yang menjadi pembicara adalah Prof Taufik, ilmuwan Indonesia yang berkarya di Amerika Serikat dan menjadi salah satu guru besar di California Polytechnic State University.

Dalam paparan atau presentasinya berjudul Cultivating Creativities to Promote Innovations: Academic Experiences, Taufik menitikberatkan pada pendidikan untuk melatih kreativitas SDM (sumber daya manusia)  di masa mendatang. Menurut dia, kolaborasi riset sangatlah penting antar-institusi maupun antar-negara. Sehingga, hal ini semakin membuka peluang untuk lebih berkembang satu sama lainnya.

Baca Juga  Kupas Prospek Bisnis Global di Masa Recovery, Unisma Hadirkan Peneliti dan Praktisi dari 17 Negara di 4th ICEBUSS

“Kolaborasi riset antar-ilmuwan, juga antar-institusi dan antar-negara untuk membuka peluang yang lebih luas,” paparnya.

Selain itu, ada Prof Peter Charles Taylor dari Murdoch University, Australia. Sesuai dengan konsentrasinya, Prof Taylor memaparkan transformasi Pendidikan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics). Pendekatan pembelajaran terpadu ini dinilai dapat memotivasi pencari ilmu untuk berpikir luas dalam menyelesaikan masalah di kehidupan nyata.

Di sesi kedua, peserta konferensi mendengar pemaparan narasumber asal Asia Tenggara, yakni Dr Ahmad Ginanjar Sya’ban dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia. Ahmad memaparkan soal  moderasi beragama yang akhir-akhir ini digencarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Sumber yang ia pilih pun berasal dari manuskrip ulama Nusantara terdahulu. Dijelaskannya, bahwa sejak zaman dahulu, para ulama telah mengajak pentingnya bertoleransi, terutama di negara dengan berbagai agama resmi seperti Indonesia.

Tak hanya itu. Ada Prof Dr Ibnor Azli Ibrahim dari Brunei Darussalam yang memaparkan Unity in Diversity sebagai peluang untuk agama Islam. Menurut dia,  ada banyak ruang dakwah dan komunikasi antar-muslim yang bisa dieksplor lebih dalam. Dengan mengeksplorasinya, maka umat Islam di ASEAN khususnya dapat memperkuat posisinya di berbagai sektor.

Baca Juga  Berdayakan Potensi Desa, Ini yang Dilakukan FEB Unisma

Narasumber berikutnya ialah Prof Dr Arndt Graf dari Goethe University Frankfurt. Materinya membahas beragam tantangan serta peluang digitalisasi di Asia Tenggara pasca-pandemi covid-19. Khusus di dunia pendidikan, misalnya, Prof Graf menyatakan akan banyak kesempatan belajar di kampus-kampus internasional tanpa harus jauh-jauh datang ke negara tujuan. Pasalnya, kursus daring sudah menjamur sejak era pandemi. Maka, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan setiap negara untuk mempromosikan kampus-kampusnya melalui laman terpadu.

Pada sesi terakhir, pembicara dari UIN Maulana Malik Ibrahim, yakni Prof Dr Roihatul Mutiah. Akademisi yang baru saja dikukuhkan menjadi guru besar ini memaparkan membahas perkembangan kosmetik herbal. Menurut dia, tren kosmetik dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia harusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah.

“Dukungan terhadap industri kosmetik herbal harus digenjot agar kosmetik dalam negeri dapat memiliki daya saing dan daya jual,” pungkasnya.