INDONESIAONLINE – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berhasil mengidentifikasi adanya sesar baru yang menjadi penyebab gempa Sumedang yang terjadi pada 31 Desember 2023 lalu. Sesar baru tersebut diketahui belum pernah terpetakan sebelumnya.

Hingga Senin (8/1/2024) sore, kata kunci “Gempa Sumedang” masih menjadi trending dalam penelusuran Google. Banyak warganet yang mencari tahu penyebab gempa dangkal tersebut.

Seperti diketahui, Kabupaten Sumedang diguncang gempa bumi berkekuatan M4,8 dengan lokasi episenter pada koordinat 6,85 derajat LS dan 107,94 derajat BT, atau tepatnya di darat pada jarak 2 km Timur Laut dari pusat Kota Sumedang, Jawa Barat, dengan kedalaman pusat gempa (hiposenter) 5 km dari permukaan bumi.

Berdasarkan analisa BMKG, gempa bumi tersebut diawali dengan 2 gempa pendahuluan, yang terjadi pada pukul 14.35 WIB berkekuatan M4,1 dan pukul 15.38 WIB terjadi kembali gempa berkekuatan M3,4, kemudian diikuti beberapa kali gempa susulan dengan kekuatan bervariasi antara M2,4 – 4,5.

Gempa bumi yang terjadi pada 31 Desember lalu, merupakan gempa bumi kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif, dengan mekanisme sumber merupakan kombinasi antara pergerakan mendatar dan naik (oblique thrust fault), berarah cenderung Utara-Selatan.

Hasil monitoring dampak kerusakan akibat gempa secara visual (makroseismik) dan dengan menggunakan peralatan akselerograf, menunjukkan bahwa guncangan gempa bumi tersebut mencapai skala intensitas V-VI MMI (Modified Mercalli Intensity), yang berarti merupakan guncangan kuat dan menimbulkan kerusakan.

Menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, akibat gempa bumi tersebut, sebanyak 10 orang luka-luka dan 138 rumah rusak. Terutama rumah rusak terjadi di Kabupaten Sumedang (Kecamatan Sumedang Utara, Sumedang Selatan, Tanjungmedar, Tanjungkerta, Jatinangor, Pamulihan, Rancakalong, Surian) dan Kabupaten Bandung (Kecamatan Arjasari dan Cicalengka).

Baca Juga  Komitmen Wujudkan Kampus Hijau, UIN Malang Tanam 1.000 Pohon

“Memperhatikan sebaran gempa bumi susulan, tatanan tektonik (tectonic setting), dan analisis mekanisme sumbernya, gempa bumi tersebut disebabkan oleh Sesar Aktif yang melewati Kota Sumedang yang semula belum terpetakan, untuk selanjutnya sesuai analisis data seismisitas BMKG disebut Sesar Sumedang,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip situs resmi BMKG (8/1/2024).

Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan jika wilayah Kabupaten Sumedang merupakan wilayah rawan gempa dengan sumber gempa berasal dari zona tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia di Samudera Hindia.

Selain itu, gempa juga dipengaruhi adanya beberapa sesar aktif di daratan yang sudah terpetakan. Seperti Sesar Cimandiri, Sesar Cugenang, Sesar Lembang, Sesar Cipamingkis, Sesar Garsela, Sesar Baribis, Sesar Cicalengka, Sesar Cileunyi-Tanjungsari, Sesar Tomo dan Sesar Cipeles, serta beberapa sesar aktif lainnya yang belum terpetakan.

Sementara berdasarkan Katalog Gempa bumi Merusak dari BMKG (2020), kata Dwikorita, wilayah Sumedang sebelumnya telah mengalami gempa bumi sebanyak dua kali. Di antaranya pada tanggal 14 Agustus 1955 yang menyebabkan banyak kerusakan bangunan, serta pada tanggal 19 Desember 1972 dengan kekuatan M4,5 yang mengakibatkan kerusakan bangunan dan longsoran.

“Gempa yang terjadi pada 31 Desember 2023 lalu tidak hanya dirasakan di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung saja, namun juga dirasakan hingga Kota Bandung, Kabupaten Sumedang, hingga Kabupaten Garut,” imbuhnya.

Baca Juga  Berada di Cincin Api, Langkah Mitigasi Gempa Bumi Jadi Penting

Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, BMKG bersinergi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang (BPBD), BNPB, SAR dan Kementerian Sosial untuk menenangkan warga dengan memberikan literasi/ edukasi kegempaan.

Selain itu, BMKG juga membuat langkah-langkah mitigasi dan penyelamatan diri yang harus dilakukan sebelum, saat dan sesudah gempa bumi. BMKG, kata Dwikorita, juga telah melakukan survei dan sejumlah kajian dalam kasus ini. Diantaranya survei seismisitas, survei makroseismik, survei mikrozonasi, survei deformasi, pemotretan udara dengan lidar, evaluasi morfotektonik, dan survei struktur sesar bawah permukaan.

“Survei-survei tersebut dilakukan untuk memetakan aktivitas dan sebaran gempa bumi serta mengetahui secara detail penyebab utama terjadinya gempa bumi tersebut, termasuk mengidentifikasi dan memvalidasi jalur sesar,” paparnya.

Dwikorita juga menyampaikan sejumlah rumusan rekomendasi BMKG kepada pemerintah daerah dan sejumlah pihak terkait. Berikut ini rekomendasi dari BMKG:

1. Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang dengan mempertimbangkan Peta Zona Bahaya Gempa bumi serta pelamparan sesar aktif (Sesar Sumedang).

2. Evaluasi dan penerapan Building Code (aturan standar bangunan tahan gempa) berdasarkan Peta Mikrozonasi berbasis Peak Ground Acceleration (PGA).

3. Edukasi dan sosialisasi kebencanaan yang berkesinambungan, terkait potensi bencana gempa bumi, maupun bahaya ikutannya, serta potensi bencana hidrometeorologi.

4. Masyarakat harus terus didampingi dan diingatkan agar tidak terpengaruh isu-isu yang tidak jelas sumbernya.

Demikian beberapa rekomendasi dari BMKG. Semoga membantu.