Beranda

Kebakaran Israel: Pinus Asing Bakar Jejak Sejarah Lahan

Kebakaran Israel: Pinus Asing Bakar Jejak Sejarah Lahan
Kobaran api yang melahap hutan di sebagian wilayah Israel pada Rabu (30/4/2025) (sc/io)

INDONESIAONLINE – Kobaran api yang melahap hutan di sebagian wilayah Israel pada Rabu (30/4/2025) bukan sekadar bencana alam biasa. Peristiwa yang disebut Komandan Departemen Pemadam Kebakaran Distrik Yerusalem, Shmulik Friedman, sebagai “kemungkinan kebakaran paling besar” yang pernah melanda Israel ini, memunculkan sorotan terhadap sejarah panjang kebijakan penggunaan lahan di wilayah tersebut, bahkan jauh sebelum negara Israel berdiri.

Kebakaran hebat yang memaksa penutupan jalur vital seperti Rute 1 antara Tel Aviv dan Yerusalem serta membuat ribuan warga berhamburan mencari perlindungan ini, terjadi di area yang didominasi oleh pepohonan non-asli, kebanyakan pinus dan cemara, yang ditanam dalam proyek-proyek penghijauan berskala besar.

Proyek Penghijauan dengan Agenda Terselubung

Sejarah penanaman pohon-pohon ini dimulai pada tahun 1920-an. Kala itu, organisasi seperti Dana Nasional Yahudi (Jewish National Fund – JNF) dan Asosiasi Kolonisasi Yahudi Palestina (Palestine Jewish Colonization Association – PICA) aktif menanam hutan di atas tanah yang sebelumnya merupakan permukiman warga Palestina.

Tujuan awalnya, menurut beberapa catatan sejarah, adalah untuk membuat lanskap wilayah tersebut menyerupai Eropa.

Namun, banyak dari spesies pohon yang dipilih, seperti pinus Eropa, bukanlah vegetasi asli di iklim Mediterania yang kering seperti Palestina. Akibatnya, pohon-pohon asing ini jauh lebih rentan terhadap api dibandingkan flora lokal yang telah beradaptasi selama ribuan tahun.

Setelah pendirian negara Israel pada tahun 1948, program penanaman pohon non-asli ini tidak berhenti. Bahkan, Perdana Menteri pertama, David Ben-Gurion, pada tahun 1951 meluncurkan kampanye masif yang mendorong pemukim Israel untuk “menghijaukan padang pasir” Palestina dengan menanam pohon.

Menurut laporan AJPlus (Kamis, 1/5/2025), kampanye ini memiliki motif yang lebih dalam: memperkuat kontrol Israel atas tanah yang diperoleh melalui penggusuran paksa warga Palestina selama peristiwa Nakba 1948.

Di bawah kedok lingkungan hidup, pohon-pohon pinus ditanam secara strategis di banyak lokasi bekas desa dan kota Palestina yang warganya terusir. Upaya ini semakin dipercepat setelah Perang 1967 dan pendudukan Tepi Barat serta Jalur Gaza.

Pada tahun 2022, terungkap bahwa polisi Israel bahkan meminta JNF untuk menanam pohon di tanah tempat tinggal warga Badui Palestina, sebagai cara untuk mencegah pemilik lahan mengklaim dan memanfaatkan properti mereka. Penanaman pohon masif ini dianggap sebagai taktik untuk mengubah fakta di lapangan dan mengukuhkan kepemilikan.

Mengganti Pohon Zaitun dengan Pinus yang Rentan Api

Ironisnya, di saat menanam pohon pinus yang rentan terbakar, Israel juga diketahui melakukan penggusuran dan penggantian ribuan pohon milik warga Palestina, terutama pohon zaitun.

Pohon zaitun merupakan vegetasi asli wilayah tersebut, sumber mata pencaharian utama bagi banyak keluarga Palestina, dan secara signifikan lebih tahan terhadap api.

Sejak tahun 1967, lebih dari 800.000 pohon zaitun milik warga Palestina diperkirakan telah digantikan oleh pepohonan yang ditanam dalam program Israel. Kebijakan ini tidak hanya merusak ekosistem asli tetapi juga secara langsung berdampak pada ekonomi dan kehidupan warga Palestina.

Kini, ketika Israel menghadapi salah satu kebakaran hutan terburuk dalam lebih dari satu dekade, dengan lebih dari 5.000 hektare lahan terbakar, dampak dari kebijakan penanaman pohon non-asli di atas tanah yang disengketakan menjadi semakin jelas.

Pepohonan asing yang ditanam puluhan tahun lalu, sebagian dengan tujuan mengukuhkan klaim teritorial, kini menjadi faktor yang memperparah bencana kebakaran.

Penyebab pasti kebakaran terbaru ini masih belum diketahui, seperti diakui oleh Shmulik Friedman, “Kami bahkan tidak punya petunjuk sedikit pun. Kami masih belum bisa mengatasinya. Kami masih jauh dari kendali,” ujarnya seperti dikutip CNN.

Namun, skala dan intensitas api yang melahap hutan pinus yang rentan terbakar tak bisa dilepaskan dari narasi historis kompleks tentang penggunaan lahan, kebijakan penanaman pohon, dan konflik berkepanjangan di wilayah ini. Kebakaran ini, dalam banyak hal, membakar lapisan sejarah yang rumit di tanah yang disengketakan.

Exit mobile version