INDONESIAONLINE -Puluhan pekerja tambang pasir di Kabupaten Blitar akhirnya mendapat ruang untuk menyampaikan keluh kesah mereka. Setelah enam bulan aktivitas tambang pasir terhenti akibat penertiban tambang ilegal, para penambang mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Blitar pada Senin 3 Maret 2025.
Mereka berharap ada jalan keluar agar sektor ini bisa kembali beroperasi secara legal.
Audiensi digelar di Komisi 3 DPRD Kabupaten Blitar, yang dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi 3 Aryo Nugroho bersama dua anggota lainnya. Turut hadir pula perwakilan dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait yang mengawal jalannya pertemuan.
Sebelum memasuki ruang audiensi, para penambang melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor dewan. Mereka datang dengan membawa truk-truk pengangkut pasir sebagai simbol mata pencaharian yang terhenti. Bukan hanya penambang dan sopir truk yang ikut dalam aksi ini, tetapi juga para pemilik warung yang selama ini mengandalkan pelanggan dari para pekerja tambang.
Endang Wikanti, salah satu perwakilan demonstran, menegaskan bahwa dampak penutupan tambang tidak hanya dirasakan oleh pekerja tambang, tetapi juga oleh masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari sektor tersebut. Menurut dia, sekitar 1.500 warga terdampak akibat kebijakan ini.
“Sudah enam bulan mereka menganggur, tabungan mereka habis, sementara kebutuhan terus meningkat, apalagi menjelang Idul Fitri. Kami berharap ada solusi konkret dari pemerintah,” kata Endang dalam audiensi tersebut.
Endang juga menyoroti kesulitan yang dihadapi para penambang dalam mengurus izin tambang. Ia menyatakan bahwa para penambang sebenarnya tidak keberatan mengurus perizinan, tetapi prosesnya terlalu panjang dan rumit.
“Kalau memang harus ada izin, silakan, tapi jangan dipersulit. Kami juga ingin bekerja dengan tenang dan tidak melanggar aturan,” ujarnya.
Merespons hal ini, Aryo Nugroho menegaskan bahwa DPRD Kabupaten Blitar akan menampung seluruh aspirasi para penambang dan menyampaikannya kepada ketua DPRD serta bupati Blitar. Menurut dia, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat legislatif, tetapi juga membutuhkan kebijakan yang lebih luas dari eksekutif.
“Kami memahami keresahan masyarakat. Kami tidak bisa langsung mengambil keputusan, tapi kami akan menyampaikan semua aspirasi ini kepada ketua DPRD dan bupati Blitar untuk mencari solusi yang terbaik,” ujar Aryo.
Aryo juga menekankan bahwa pertambangan yang beroperasi harus tetap mengikuti regulasi yang berlaku. Salah satu alasan utama penutupan tambang di Kabupaten Blitar adalah penggunaan alat berat yang tidak sesuai aturan.
“Dalam aturan, pertambangan rakyat tidak boleh menggunakan alat berat. Tapi dalam praktiknya, alat berat tetap digunakan. Ini yang menjadi salah satu penyebab utama penutupan tambang oleh aparat,” ucap dia.
Namun, Aryo menambahkan, apabila izin pertambangan sudah lengkap, penggunaan alat berat bisa diizinkan. Oleh karena itu, ia mendorong agar ada perbaikan dalam sistem perizinan sehingga para penambang dapat beroperasi secara legal tanpa harus berhadapan dengan penegakan hukum.
“Solusinya bukan sekadar membuka tambang kembali, tapi bagaimana regulasi ini bisa diterapkan dengan lebih baik. Kami berharap Pemkab Blitar bisa menyusun kebijakan yang memungkinkan pertambangan beroperasi tanpa melanggar aturan,” tambahnya.
Ke depan, Komisi 3 DPRD Kabupaten Blitar berencana mengundang lebih banyak pihak terkait, termasuk dari unsur eksekutif dan aparat penegak hukum, guna mencari titik temu. Aryo mencontohkan beberapa daerah lain, seperti Lumajang, yang telah berhasil mengelola pertambangan pasir dengan tetap memperhatikan aspek legalitas dan lingkungan.
“Kami ingin Blitar bisa meniru daerah lain yang berhasil mengelola pertambangan secara tertib dan legal. Harus ada keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan aturan yang berlaku,” katanya.
Sementara itu, para penambang berharap ada percepatan dalam pembahasan solusi ini. Menurut mereka, setiap hari yang berlalu tanpa kepastian berarti semakin besar tekanan ekonomi yang mereka hadapi. Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan kejelasan kebijakan pertambangan, DPRD Kabupaten Blitar kini memegang peran krusial dalam mencari solusi. (ar/hel)