Menelisik Pasarean Pangeranan, Ada Makam Bupati Blitar Pemilik Pusaka Sakti Pecut  Samandiman

INDONESIAONLINE-Berakhirnya perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 turut menorehkan sejarah tersendiri bagi Kabupaten Blitar. Tepat pada 31 Desember 1830, pemerintah Hindia Belanda membentuk Kabupaten Blitar yang merupakan gabungan dari Kadipaten Hantang dan Kadipaten Srengat. Bergabungnya dua kadipaten ini membawa Blitar memulai era baru.

Jejak kebesaran Kabupaten Blitar era Hindia Belanda hingga awal kemerdekaan dapat ditemui di Pasarean Pangeranan. Pasarean Pangeranan adalah makam bupati-bupati yang pernah memimpin Kabupaten Blitar. Lokasi pasarean ini berada di Lingkungan Gebang, Kecamatan  Sananwetan, Kota Blitar. Lokasi pasarean ini berada di sebelah timur Istana Gebang (rumah keluarga Presiden Soekarno).

Pemimpin yang dimakamkan Pasarean Pangeranan ini diantaranya Bupati Blitar ke-2 KPH Warsokoesoemo (1866-1896), Bupat Blitar ke-3 KPH Sosrohadinegoro (1896-1917, dijuluki Kanjeng Jimat, pemilik pecut Samandiman), KPH Warsohadiningrat (1918-1942), Sarjono (Bupati Blitar ke-19) dan Siswanto Adi (Bupati Blitar ke-20).

“Disebut Pasarean Pangeranan karena yang dimakamkan disini itu adalah pangeran-pangeran. Bupati Blitar ke 2 sampai 4 kan pangeran semua. Lanjut setelah era Indonesia merdeka sudah tidak ada lagi bupati yang bergelar pangeran, tapi nama Pasarean Pangeranan sudah melekat,” kata Juru Kunci Pasarean Pangeranan, Harmono.

Di pasarean ini juga ada makam Bupati Malang ke-4 R.A.A Soerioadiningrat dan R.M.H.T Brotodiningrat (Bupati Madiun 1954-1956). Serta makam Raden Kartowibowo (penulis buku Aryo Blitar dan Rampogan Macan).

“R.A.A Soeriodiningrat ini adalah menantu dari KPH Warsokoesoemo. Eyang Warso memiliki putri bernama RAy Soeryodiningrat, putrinya ini menikah dengan R.A.A Soeriodiningrat. Dari pernikahan ini, R.A.A Soeriodiningrat dan RAy Soeriodiningrat memiliki putri bernama RAy Harsojo yang kemudian dipundut garwo Bupati Madiun R.M.H.T Brotodiningrat,” terang Harmono.

Baca Juga  Sinopsis Ikatan Cinta RCTI 26 Juli 2022: Elsa Coba Bunuh Diri, Akankah Nyawanya Tertolong?

Aura mistis benar-benar terasa di tempat ini. Selain suasananya menenangkan berkunjung ke tempat ini sangat menarik, peziarah akan menjadi tahu jika Kabupaten Blitar memiliki keterkaitan erat dengan Mataram Islam khususnya Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kadipaten Mangkunegaran. Istri kedua Bupati KPH Warsokoesomo yakni KRA Nataningroem adalah Putri Solo dari Mangkunegaran. Dari pernikahanya pasangan ini berputra KPH Warsodiningat yang juga beristri Putri Solo dari keturunan KGPAA Mangkunegara V.

“Eyang Warsoekoesomo memiliki dua istri. Dari isteri pertama lahir KPH Sosrohadinegoro, Bupati Blitar ke III. Lalu dari isteri kedua yang dari Mangkunegaran, lahir KPH Warsohadingrat, Bupati Blitar ke IV,” terang Harmono.

Dari keseluruhan makam, makam KPH Sosrohadinegoro konon adalah makam paling keramat. Konon menurut cerita, KPS Sosrohadinegoro adalah Bupati Blitar yang memiliki kesaktian luar biasa. Salah satu pusaka yang dimiliki adalah pecut samandiman.

Tutur sejarah menyebutkan, Pecut Samandiman adalah Pusaka dari PonorogoJawa Timur yang dimiliki oleh Raja Klono Sewandono berupa cambuk yang memiliki kesaktian untuk mengalahkan lawannya, Raja Singo Barong. Selain bentuknya yang indah, pecut Samandiman juga memiliki kekuatan ghoib.

Sementara dalam sejarah Blitar pecut Samandiman adalah pusaka yang dimiliki oleh KPH Sosrohadinegoro, Bupati Blitar ke III yang dijuluki Kanjeng Jimat. Kesaktian pusaka ini di tanah Blitar sangat melegenda. Konon ketika lahar Gunung Kelud datang dari arah utara mengalir menuju  pendapa Kabupaten Blitar, pecut .Samandiman dilecutkan oleh Kanjeng Jimat. Saat dilecutkan, suara pecut ini konon menggelegar sampai ke angkasa. Daya magis pecut ini membuat aliran lahar Gunung Kelud pun tersibak dan kemudian terbelah menjadi dua.

Baca Juga  Siraman Gong Kyai Pradah Hadirkan Energi Positif, Wakil Ketua DPR RI Puji dan Apresiasi  Pemkab Blitar

“Kalau menurut cerita dari putro wayah Eyang Warsokoesoemo, yang punya pecut Samandiman ini Kanjeng Jimat Bupati KPH Sosrohadinegoro. Sempat ada yang bilang pecut itu punya Patih Djoyodigdo, tapi saya percaya dengan keluarga, pecut ini punya Kanjeng Jimat,” tegas Harmono.

Kabupaten Blitar pada zaman itu memang berada tepat di tengah dua jalur aliran lahar Gunung Kelud. Di sebelah timur ada Kali Putih dan jalur barat mulai Sumberasri, Kecamatan Nglegok sampai ke Bacem. Setelah peristiwa lecutan Pecut Samandiman itulah dipercaya aliran lahar itu menjadi dua jalur lagi ke arah Udanawu dan Ponggok.
Namun sayang, hingga kini jejak dari pecut Samandiman ini tidak dapat diketahui. Fisik dari pecut itu tidak pernah lagi dijumpai hingga saat ini. Banyak kalangan yang bilang, pecut Samandiman moksa setelah pemiliknya meninggal dunia.

Kesaksian hilangnya pecut Samandiman diutarakan Mantan Bupati  Blitar Herry Nugroho. Selama duabelas tahun berada di pendapa saat menjabat sebagai bupati, Herry mengaku tidak pernah melihat bentuk fisik pecut Samandiman. Dirinya pun memastikan pecut ini tidak ada di ruang pusaka Pendapa Agung Ronggo Hadi Negoro.

“Putro wayah dari Bupati Warsokoesomo pernah menanyakan ke saya terkait dengan keberadaan pecut ini, mau diminta katanya dan mau dirawat oleh keluarga. Nah, saya bilang, pecut Samandiman ini tidak ada di pendopo, sejak saya awal menjabat hingga pensiun tidak pernah saya melihat bentuk pecut ini, di ruang pusaka pendopo saya pastikan tidak ada,” kata Herry.