INDONESIAONLINE – Pada 17 Oktober 2012 lalu, telah ditandatangani nota kesepakatan bersama yang mengatur mengenai penyelesaian perkara pidana melalui prinsip keadilan restoratif (restorative justice) oleh para pimpinan dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Dari nota kesepakatan bersama itu, di lingkup  Kejaksaan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Secara otomatis Perja itu juga diberlakukan di seluruh Kejaksaan termasuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung.

Plt Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tulungagung Teguh Ananto mengatakan, pelaksanaan Restorative Justice (RJ) itu tidak ada target, dalam artian tidak ada batas minimal penyelesaian perkara tindak pidana memakai RJ.

Menurutnya, RJ adalah suatu upaya dari kejaksaan untuk memulihkan keadaan seperti semula. Yang pada intinya tujuannya dari RJ adalah supaya tidak terjadi lagi kasus seperti nenek Minah atau kegaduhan sosial.

Baca Juga  Selidiki Ledakan Dahsyat di Blitar, Polisi Telusuri Asal Muasal Bahan Bahan Mercon

“Kesuksesan RJ bukan masalah kuantitasnya, tapi bagaimana jaksa itu mampu hadir di tengah masyarakat sehingga rasa keadilan ini bisa dirasakan oleh masyarakat,” kata Teguh Ananto di kantornya. 

Dia menjelaskan, dengan adanya RJ, diharapkan keadilan tentang hukum di Indonesia benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat. Sehingga semua masyarakat bisa menjiwai tentang sila Kedua dari Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Yang artinya bahwa hukum itu sama, tidak ada perlakuan istimewa.

Terhitung dari program RJ diterapkan hingga saat ini, Kejari Tulungagung sudah melakukan sebanyak 5 kali penghentian tuntutan berdasarkan sistem RJ. Dan sebentar lagi juga ada penghentian perkara menggunakan RJ terkait kasus penganiayaan yang melibatkan antara kakak dan adik kandung.

“Sudah kita ajukan RJ, dan sudah kita ekspos. Jadi dasar penghentian tuntutan karena kedua belah pihak sudah saling memaafkan, dan orang tua kandung juga meminta agar perkara tidak sampai ke persidangan. Pada intinya RJ itu adalah memulihkan pada keadaan semula artinya bukan retributif,” jelasnya.

Baca Juga  Dari 52 Amicus Curiae, 14 yang Didalami MK

Teguh menambahkan, dalam penyelesaian perkara, tidak serta merta semua perkara harus diselesaikan lewat persidangan tetapi juga bisa melalui restorasi atau RJ. Akan tetapi permohonan RJ itu harus melalui beberapa syarat yang ketat.

Sesuai dengan Perja No.15 Tahun 2020, sudah diatur mengenai kualifikasi tindak pidana yang boleh dilakukan RJ diantaranya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis), ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, ada kesepakatan perdamaian dengan korban dan kerugian dibawah Rp. 2,5 juta.

“Jadi syaratnya agak ketat. RJ nanti yang mengeluarkan kita, setelah diajukan ke Kejagung melalui Kejati, kemudian kita lakukan ekspos dihadapan pimpinan kalau layak dilakukan RJ maka diberikan persetujuan oleh Kejagung melalui Kejati selanjutnya kita melakukan penghentian penuntutan berdasarkan RJ,” tutupnya.

Sekedar informasi, pernyataan ini disampaikan oleh Plt Kajari Tulungagung Teguh Ananto saat dikonfirmasi di Kantornya. Kamis (21/7/2022) kemarin.