INDONESIAONLINE – Santri dari KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, asal Tulungagung ini menjadi awal berdirinya  lembaga pendidikan Panca Hidayah, Desa Tunggangri, Kecamatan Kalidawir. Namanya KH Muhammad Sirodj. 

Jejak sejarah kiai kelahiran pada tahun 1909 menjadi inspirasi bagi santri yang berjuang untuk memajukan pendidikan agama di Kabupaten Tulungagung ini.

 

Lahir dari pasangan H Ponco Dwiryo dan  Hj Tosirah,. KH Muhammad Sirodj awalnya mengenyam pendidikan dasar di SR (Sekolah Rakyat) atau Perta serta  kemudian melanjutkan ke pondok pesantren.

Dikisahkan oleh salah satu dari 12 putra-putrinya, H Syamsul Laili, sang ayah merupakan santri pendiri Nahdlatul ulama (NU)  KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang.

“Kakek dan bahkan buyut kami, merupakan santri yang prioritas sekolahnya berbasis agama saat itu,” kata Syamsul Laili, Minggu (23/10/2022).

Dari nyantri di Tebuireng ini, KHM Sirodj mempunyai niat yang kuat untuk melanjutkan perjuangannya dakwah dan mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan pendidikan Islam.

Ternyata, selain nyantri di Tebuireng, KHM Sirodj juga memperdalam ilmu agama di berbagai pondok pesantren yang diasuh para ulama kharismatik lainnya. Misalnya di Pesantren Sidosermo, Surabaya, dan Pesantren Mojosari, Nganjuk dan Purwoasri, Kediri. 

Bahkan, KH Muhammad Sirodj juga memperdalam ilmu bela diri di Kedung Bunder, Lodoyo, Kabupaten Blitar. 

Ia tercatat satu perguruan dengan tokoh yang berbeda jalan. misalnya Djo Krapyak, petani sukses asal Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, dan Karso Brondol, perampok yang bergabung dengan PKI di wilayah Pucanglaban.

Pada tahun 1942, KH Muhammad Sirodj menikah dengan perempuan asal Trenggalek dan mempunyai 7 anak. Masing-masing 2 putra dan 5 putri.

Lalu pada tahun 1946, KH Muhammad Sirodj dipercaya menjadi kepala desa Tunggangri, Kecamatan Kalidawir.

Dengan pengaruhnya yang semakin kuat, KH Muhammad Sirodj  pada saat PKI Madiun bangkit, tepatnya tahun 1948, dipercaya sebagai ketua anak cabang Masyumi dan rumahnya menjadi pusat pegerakan perlawanan terhadap PKI.

“Bahkan, beliau harus melawan teman satu perguruan yang bergabung dengan PKI di wilayah Blitar Selatan,” ungkapnya.

Pada tahun 1949, KH Muhammad Sirodj menjadi pembina tentara Islam/batalion pimpinan H. Mahfud dan mengirimkan 75 tentara Islam ke Ngadirejo, Kediri.

Pada tahun 1953, santri yang juga kepala Desa Tunggangri ini dipercaya menjadi ketua MWT NU dengan ketua cabangnya Nur AGN (Abdul Ghoni) dan berjuang di NU bersama KH Makhrus, KH Ridwan dan KH Ghozali, tokoh Pertanu (Persatuan Petani NU).

Baca Juga  25 Bencana Terjadi di Kota Batu Selama Februari 2023, Didominasi Tanah Longsor

Pada tahun 1955, ketokohan KH Muhammad Sirodj makin kuat dengan terpilihnya menjadi legislator DPR dari NU. “Dari Jawa Timur hanya ada empat legislator dari NU saat itu. Salah satunya ayah saya ini,” ungkap Syamsul.

Dengan ilmu yang dimiliki, KH Muhammad Sirodj kemudian mendirikan sekolah agama yang disingkat seragam. Pada perjalanannya, sekolah ini menjadi madrasah ibtidaiyah yang kemudian saat ini menjadi madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) Tunggangri yang berada di Desa Jabon.

Di tingkat SLTP, KH Muhammad Sirodj mendirikan Sekolah PGAP 4 tahun yang saat itu dikenal dengan nama PGA Tunggangri. Dia juga mencetak guru agama yang dikenal dengan UGA pada masa ini.

Pada tahun 1965, gerakan PKI berhasil ditumpas, termasuk sisa-sisanya di Blitar Selatan, atas ketokohan KH Muhammad Sirodj ini. Bersama TNI, Banser NU dan masyarakat, KHM  Muhammad melakukan operasi yang dikenal dengan nama Trisula.

Pada tahun 1977, KH Muhammad Sirodj menanggalkan jabatan sebagai kepala desa Tunggangri yang telah di emban 25 tahun lamanya. “Beliau sebagai tokoh NU diwajibkan pemerintah untuk ikut organisasi tertentu. Ini bertentangan dengan prinsip yang diyakini. Akibatnya, sekolah yang dirintis juga dipindah, misalnya MI dipindah ke Jabon dan Tsanawiyahnya dipindah ke Tunggangri,” paparnya.

 

Menghadapi tekanan ini, KH Muhammad Sirodj tidak tinggal diam. Dia mengumpulkan tokoh masyarakat dan tokoh agama seperti Banser untuk melakukan up grading.

“Kemudian berdiri lembaga pendidikan yang disebut aswaja. Ada tingkat tsanawiyah (MTs) Aswaja,” kata Syamsul.

Perjuangan KH Muhammad Sirodj yang begitu besar ini melahirkan ribuan alumni yang kini turut meneruskan cita-cita mengembangkan pendidikan Islam di Tulungagung dan Indonesia umumnya.

Pada tahun 1982 tepat pada hari Jumat Wage pukul 11. 15 wib bulan Rajab 1403 H, KH Muhammad Sirodj dipanggil Sang Khaliq. Meskipun telah wafat, hingga saat ini nama dan peninggalan beliau masih bermanfaat bagi masyarakat di kabupaten Tulungagung.

Bahkan, hingga saat ini setiap hari Jumat Wage pagi rutin diadakan majlis zikir dan doa bersama di makam KHM Sirodj.

Baca Juga  Memberi Nafkah Hewan Peliharaan, Begini Pandangan dalam Islam

Rutinan ini diikuti oleh pengurus YPPH , semua santri, siswa dan guru baik TPQ, madrasah diniyah, PAUD, RA,MI, SMK, Mts Al-muslihun dan takmir Masjid Panca Hidayah. 

Setiap tahun, pada bulan Rajab di hari Jumat Wage, juga rutin diadakan haul KHM Sirodj ini. Kini kiprah dari tokoh tersebut diteruskan oleh Syamsul Laily SH MM.

Mantan jepala Bakesbangpol Tulungagung pada Masa Bupati Ir Heru Tjahjono MM ini bertekad dengan berbagai perjuangan dari sang bapak akan mengelola dan meneruskan peninggalannya. Termasuk kini Yayasan Ponpes Panca Hidayah mengelola unit lembaga takmir masjid Panca Hidayah, Madin, TPQ, PAUD, RA, MI, SMK, PKBM, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKSA) atau pantai asuhan di Jl. KH Sirodj No 1 Tunggangri, Kalidawir.

Dengan berbagai kesibukannya, H Syamsul Laily SH MM tetap mengola menajemen waktu dengan baik. “Selaku Ketua Yayasan Ponpes Panca Hidayah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana lembaga-lembaga tersebut,” kata lulusan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Semarang sekaligus S-2 di bidang manajemen ini.

Sumber daya manusia (SDM) dari semua lembaga tersebut sekitar 300 orang termasuk siswa guru dan karyawan. “Kalau waktu longgar, saya setiap hari olahraga pagi, wisata religi ke wali Jatim, rutin puasa Senin-Kamis,” tandasnya.

Ke depan, kata pria yang pernah menjabat ketua MWC NU Kalidawir dan pernah menjadi calon ketua PCNU Tulungagung ini, akan terus mengembangkan unit pendidikan kejuruan dengan menambah jurusan farmasi dan pendirian klinik. “Saat ini sudah ada Klinik Dokter Yayuk, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa menjadi rumah sakit,” ungkapnya.

Dia berharap lulusan dari lembaga pendidikan Panca Hidayah ini menjadi anak-anak saleh, bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara. “Tentu pekerjaannya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki mereka,” tandasnya.

Selain itu, beliau akan berkonsisten dalam dunia pendidikan, ekonomi, sosial, keagamaan, sebagai penerus KHM Sirodj. “Walaupun sudah pensiun tetap mengabdi kepada masyarakat, demi tegaknya amar makruf nahi mungkar,” bebernya.

Bagaimana pengabdian di bidang politik? Dia mengaku, sebagai pelayan dan abdi masyarakat, apabila berkembang aspirasi dan dikehendaki masyarakat, maka akan dipertimbangkan dan siap melaksanakan amanat masyarakat.