INDONESIAONLINE – Pusaka para kiai NU dihadirkan dalam Festival Sekarbanjar yang digelar di Kota Malang, Jawa Timur (Jatim).

Pusaka para kiai NU ini dapat dilihat pengunjung bersama dengan pustaka (kitab dan lontar) dan seni rupa (lukisan dan patung) di ruang festival yang dibuka oleh Plt Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak.

Ketua Lesbumi NU Kota Malang Fathul H. Panatapraja sebagai penyelenggara bersama warga masyarakat Dusun Genting, menyampaikan pusaka para kiai NU berupa keris dihadirkan dalam festival agar masyarakat mampu meneladani kiprah para kiai.

“Maksud menghadirkan pusaka para kiai NU agar masyarakat bisa meneladani para kiai. Pusaka adalah warisan budaya yang adiluhung dan sudah seharusnya kita lestarikan. Pusaka tersebut merupakan capaian tertinggi dari silang upaya antara seni, spiritualitas dan teknologi,” ucapnya.

Keris merupakan sebuah doa yang dibendakan. Dengan teknik tempa metalurgi yang di belahan dunia lain masih belum bisa melakukannya saat itu, sedangkan leluhur kita saat itu sudah bisa. “Bahkan dengan hasil yang elok sekali, baik dalam bentuk lurus maupun berkelok (luk),” lanjutnya.

Fathul mencontohkan pusaka kia NU berupa keris milik Almaghfurlah KH. Achmad Masduqi Mahfudz, kiainya para kiai NU di Malang.

Baca Juga  Heboh Transaksi Rp 28,7 Juta Hilang, Tokopedia Buka Suara 

Keris berjenis Tosan Aji keris lurus memiliki dhapur Tilam Upih dengan pamor Melati Sinebar, tangguh Mataram, dan warangka Gayaman Surakarta.

Keris Tilam Upih sendiri merupakan salah satu jenis keris keluarga Jawa yang memiliki bentuk lurus dengan ukuran bilah keris sedang. Ciri Keris Tilam Upih sendiri diketahui memiliki ricikan yang sederhana berupa Gandhik polos, pejetan, lugas dan tikel alis.

Ki Krisna Mpu Muda Kota Malang menjelaskan terkait keris tilam upih ini. Kata ‘Tilam’ memiliki pengertian alas tidur, berupa anyaman daun yang membentuk tikar. Dari kata tersebut kemudian muncul sebuah filosofi tentang Tilam Upih yang memiliki simbol kebahagiaan. Khususnya untuk keluarga yang memiliki keris tersebut.

“Pamor Melati Sinebar ibarat bunga melati yang bertebaran di mana-mana. Melati sendiri mempunyai warna putih yang dimaknai kesucian. Melati mempunyai aroma yang sangat harum sehingga disukai banyak orang. Jadi makna pamor Melati Sinebar bermakna manusia hendaklah berperilaku baik sehingga dicintai atau disukai banyak orang,” terangnya.

Selain itu ada pula pusaka dari Almaghfurlah Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, Rektor UNISMA (1989-1998) yang juga Menteri Agama era Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Baca Juga  Apresiasi Program Pembinaan Budidaya Lobster Air Tawar dan Ikan Koi, Kadiv Administrasi Minta Lapas Banyuwangi Lebih Maksimal

Sebenarnya ada empat bilah keris yang dipinjamkan oleh keluarga KH. Muhammad Tholhah Hasan, namun hanya 1 yang menjadi perhatian Ki Krisna, yaitu Cundrik.

“Dhapur Cundrik memiliki ciri khas yang khusus. Biasanya berukuran kecil sekitar 10-15 cm. Keris pusaka Cundrik ini sering dikatakan patrem karena ukurannya yang kecil. Keris Cundrik umumnya memiliki bentuk bilah yang lurus seperti belati/pedang kecil karena dahulu adalah senjata rahasia yang mudah dibawa dan disembunyikan,” jelas Ki Krisna.

Sebagian orang menganggap, lanjutnya, Cundrik adalah senjata para putri untuk melindungi diri dari segala ancaman. Tetapi ada juga yang memiliki pemahaman bahwa dhapur Cundrik digunakan para alim ulama  dan juga orang sakti pada jaman dahulu.

Cundrik meski memiliki bentuk kecil namun memiliki daya tampung energi atau kekuatan yang cukup besar sehingga tidak heran bahwa para alim ulama dan orang linuwih pada zaman dulu wajib memiliki keris dhapur Cundrik ini.

“Pamor Pancuran Mas mengandung ajaran untuk selalu bersedekah untuk membantu sesama karena sedekah bagaikan sumber air, sebanyak apapun dikeluarkan tidak akan pernah habis,” jelasnya (rw/dnv).