INDONESIAONLINE – Kebutuhan produk pertanian di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi sektor pertanian dan pemerintah untuk menciptakan inovasi baru agar produktivitas pertanian di Indonesia meningkat. 

Peningkatan produktivitas ini harus dilakukan karena lahan pertanian di Indonesia menunjukkan tren penyusutan. Data Kementerian Kehutanan pada 2020 lalu menunjukkan bahwa lahan pertanian di Indonesia menyusut sebesar 60 ribu hektar per tahun. 

Ketua HKTI sempat mengklaim bahwa penyusutan yang terjadi jauh lebih besar dari catatan data tersebut, yaitu mencapai 2 kali lipatnya, atau sekitar 120 ribu hektar per tahunnya. Salah satu cara efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian bisa dilakukan dengan penerapan teknologi berupasmart farming (pertanian pintar) dengan menggunakan Internet Of Tings (IoT), Cloud Computing (komputasi awan) dan data analytics.

Di samping itu, saat ini sudah memasuki era industri 4.0 dan teknologi sudah diterapkan di segala bidang secara global. Iot buka sesuatu yang asing bagi kita karena kaitannya sangat erat dengan internet yang sudah kita gunakan sehari-hari. Internet of  Things (Iot) merupakan gagasan dimana objek tertentu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dalam suatu sistem terpadu menggunakan jaringan internet sebagai penghubung tanpa memerlukan interaksi dengan manusia, baik antara sesame manusia maupun manusia dengan komputer, dengan kata lain sistem Iot bisa berjalan otomatis.

Dalam FGD (Focus Group Discussion) yang dilaksanakan oleh Badan Pengkajian dan PEngembangan Kebijakan Luar Negeri yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor 2021 lalu, membahas soal smart farming yang memiliki peran penting bagi ketahanan pangan nasional dan potensi ekonomi ke luar negeri. 

Rio Budi R, Ph.D sebagai kepala pusat P2K Multilateral BPPK Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa optimalisasi teknologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan untuk membangun ketahanan pangan nasional. Smart faring juga diperlukan untuk menggali potensi ekonomi Indonesia diluar negeri. 

Dr Ir. Drajat Martianto juga perpendaopat bahwa penerapan Iot dan sistem teknologi dalam pertanian bisa mengatasi rendahnya produktivitas pangan karena semakin menyusutnya lahan di Indonesia. IPB sendiri sudah berkomitmen menjadi salah satu pelopor smart farming di Indonesia dengan beberapa teknologi yang sudah dikembangkan antara lain bidang cuaca, analisis tanah, irigasi dan pemupukan.

Baca Juga  PMM Kelompok 39 Universitas Muhammadiyah Malang : “Sosialisasi dan Edukasi Tentang Manfaat Literasi Kepada Anak – Anak Di Panti Asuhan Darul Jundi”

Smart Farming bisa dijadikan sebagai game changer dari transformasi sistem pangan Indonesia dan global. Smart farming bisa diajukan sebagai action track terkait teknologi penyediaan pangan serta penguatan kapasitas dan regenerasi petani dalam pelaksanaan UN FSS (Food Systems Summit). Smart farming bisa dipromosikan dan dikembangkan ke luar negeri melali kerjasama KSS berupainovasi penggunaan benih, teknik/praktek intercropping, crop protection melalui bahan baku ramah lingkungan serta teknologi berupa satelit, drone serta sistem informasi geografis.

Praktik smart farming sudah dipraktikkan di beberapa wilayah, seperti contohnya di daerah Sukabumi pada 2019 lalu, Mitra Sejahtera Bangsa (MSMB) dengan bantuan Asian Development Bank dan Bappenas mendirikan program precision farming yang merupakan konsep pertanian dengan keakuratan sesuai kondisi lapangan. Penggunaan precision farming dengan sensor yang terhubung IoT dapat memaksimalkan akurasi kare data yang didapatbersifat real time. 

Program ini menggunakan 20 sensor diantaranya sensor tanah, cuaca dan debit air yang dihubungkan dengan internet. Hal ini terbilang cukup efektif karena petani tidak perlu setiap hari memantau ke lahan karena data yang disajikan akurat dan bisa diperoleh dengan mudah. Dengan adanya alat monitoring menggunakan IoT, petani dapat mengukur secara dini serta memantau perkembangan tanaman sehingga optimalisasi produksi bisa meningkat.

Presiden Jokowi  juga sempat menerapkan teknologi pertanian berupa rice transplanter pada acara gelaran tanah dan penanaman padi di Kabupaten Trenggalek pada2021 lalu. Alat mesinpertanian (Alsintan) ini memiliki kemampuan tanam hingga 3 hektare(ha) per hari serta penggunaannya yang mudah dan efisien. Jenis mesin lainnya adalah mesin tanam padi jajar legowo tipe riding dan robot tanam padi dengan remote atau ssitem kendali jarak jauh yang sudah mengaplikasikan Internet of Things melalui GPS yang bisa berjalan secara otomatis. 

Presiden Jokowi telah menjajal sendiri serta memperkenalkan mesin tanam padi kepada petani di desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan menteri pertanian, PUPR, Gubernur Jawa Timur, Bupati Trenggalek dan Bojonegoro dengan luas penanaman sebesar kurang lebih 75 hektar. Alat tanam padi tentu sangat efektif digunakan dengan jumlah jangkauan tanam sangat luas per harinya. Hal ini tentu mempermudah petani dalam efisiensi waktu dan produksi. Jika biasanya penanaman padi secara tradisional bisa memakan waktu berhari-haribahkan sepekan lebih, dengan alat tanam padi ini,proses produksiakan lebih cepat.

Baca Juga  Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM Hadirkan Nuansa Retro di Anniversary Rosella Coffee 2.0 Malang

Di samping penggunaan smart farming yang sangat dibutuhkan, dalam implementasinya masih banyak kekurangan dan hambatan. Di Indonesia sendiri masih sangat kekurangan tenaga petani muda atau petani milenial. Seiring berjalannya waktu jumlah petani di Indonesia juga semakin menyusut dan kebanyakan sudah berusia lanjut. Dr. Antarjo Dikin, sebagai sekretaris direktorat jenderal perkebunan kementrian pertanian, menyatakan bahwa pengembangan smart farming harus dilakukan secara sektoral dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing kawasan komoditas. Selain itu, perlu jaminan pasar untuk menigkatkan motivasi petani.

 Prof. Nunung Nuryantoro, dekan FEM IPB menyatakan bahwa mayoritas petani adalah smallholders sehingga smart farming di Indonesia harus memperhatikan aspek adaptabilitas dan memanfaatkan kearifan lokal. Dari semua bidang yang menggunakan teknologi IoT, smart farming masih sangat kecil penggunanya sehingga potensi masih terbuka lebar untuk mengembangkan teknologi tersebut. Oleh karena perlu dilakukan sosialisasi di tingkat bawah sehingga memastikan adanya keberlanjutan smart farming di kalangan smallholders.

Penerapan IoT atau teknologi sangat diperlukan di bidang pertanian untuk menunjang ketahanan panga nasional dan kerjasama luar negeri dalam menghadapi tantangan industry 4.0 saat ini. Penyusutan lahan pertanian di Indonesia serta berkurangnya jumlah petani dapat diatasi dengan menerapkan Smart Farming sebagai upaya pengelolaan lahan dan produksi pertanian secara efisien. 

Dengan adanya IoT petani lebih mudah melakukan aktifitas pertanian , hal ini bisa lebih efisien waktu dan tenaga. Generasi muda sebagai penerus harus sadar akan pentingnya bidang agraris, karena dari sinilah sumber pangan yang dibutuhkan sehari-harinya. Tanpa adanya produk dari pertanian kebutuhan pangan pokok tidak bisa tercukupi. Apabila sektor pertanian tidak dikembangkan, maka ketahanan pangan nasional juga akan terancam. Di Indonesia sendiri masih ketergantungan untkuk Impor produk hasil olahan pertanian, padahal faktanya apabila sektor pertanian di Indonesia dikembangkan mampu menghasilkan produk yang lebih baik.

 

Nama:  Adelila Putri Mahandika

Universitas Muhammadiyah Malang

Jurusan Hubungan Internasional