INDONESIAONLINE – Setelah menjalani sidang pembacaan pleidoi, terdakwa Dian Patria Arum Sari diagendakan bakal kembali menjalani persidangan pada Selasa (21/2/2023) mendatang. Agendanya adalah tanggapan dari penuntut umum (PU) atas pleidoi yang disampaikan terdakwa Dian. 

Rencananya, sidang pada minggu depan tersebut akan dilangsungkan di Ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen.

Melalui kuasa hukumnya, M. Sholeh, dengan tegas Dian menyebut dirinya telah terzalimi lantaran menagih utang namun justru dijadikan terdakwa dalam kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Di dalam pleidoi kami sampaikan bahwa Dian ini sejak awal mengalami kezaliman,” ujar Sholeh.

Ada beberapa catatan khusus dari apa yang dimaksud zalim tersebut. Menurut Sholeh, di antaranya meliputi kepolisian yang menangani kasus Dian.

“Pertama kasus ini mestinya yang menangani adalah Polres Kabupaten Malang (Polres Malang) karena Dian pada saat menulis komentar posisi di Malang. Tetapi korban (pelapor) membacanya di (wilayah hukum) Polres Pasuruan Kota. Maka ini dilaporkan ke sana. Menurut kami, ini salah secara hukumnya. Mestinya (dilaporkan) di Kabupaten Malang,” ucapnya.

Sholeh juga menganggap sejak awal baik kepolisian maupun kejaksaan yang menangani kasus Dian tidak berpedoman kepada beberapa ketentuan. “Sejak awal baik kepolisian maupun kejaksaan tidak membaca, tidak melihat atau tidak memahami SKB menkominfo, jaksa agung, maupun kapolri yang menyatakan kalau itu fakta, bukan pencemaran nama baik,” ungkapnya.

Sedangkan kasus yang menjerat Dian, menurut Sholeh, sejatinya adalah fakta. Yakni masalah utang piutang. “Kenapa ini fakta? karena pada dasarnya Dian menulis itu merupakan ungkapan emosi. Uang Rp 25 juta miliknya dibawa orang dan dia sudah membuat surat pernyataan bahwa dia punya utang dan mau mengembalikan. Tapi ditagih, tetap tidak mau mengembalikan. Bukankah ini fakta,” ujarnya.

Pihaknya juga menyayangkan anggapan komentar yang disampaikan Dian melalui kolom komentar di media sosial disebut sebagai pencemaran nama baik. “Kalaupun kata-katanya kasar, pedas, apa bedanya dengan debt colector kalau nagih di rumahnya orang. Pasti omongannya kasar. Jadi, kalau tidak mau dikata-katain kasar, ya bayar saja utangmu. Maka masalah itu akan selesai,” timpalnya.

Baca Juga  Ingin Merasakan Cita Rasa Makanan Jepang di Malang? Kenapa Tidak?

Tidak hanya itu. Secara hukum Sholeh juga menyebut pelaporan Dian terkait UU ITE telah kedaluwarsa sehingga tidak layak untuk ditindaklanjuti, apalagi sampai disidangkan dalam pengadilan.

“Kemudian soal kedaluwarsa,  kasus ini dilaporkan sudah melewati waktu. Pencemaran nama baik itu adalah delik aduan, yakni sesuai pasal 174. Dengan itu saya katakan, maka pengaduan itu kedaluwarsanya enam bulan,” imbuhnya.

Sedangkan kejadiannya, sambung Sholeh, telah melewati batas waktu enam bulan. Sehingga, dia beranggapan kasus yang menjerat terdakwa Dian tidak perlu untuk diteruskan. Pertimbangannya atas nama hukum.

“Kejadian 7 November 2019, baru dilaporkan 7 November 2020. Artinya sudah satu tahun, melebihi enam bulan. Maka mestinya kasus ini sudah gugur demi hukum,” ucapnya.

Namun sayangnya, apa yang ada di lapangan,menurut Sholeh, tidak sesuai dengan ketetapan hukum. Sebab,  pelaporan tetap berjalan dan Dian sampai akhirnya harus duduk di kursi pesakitan.

“Tapi faktanya, mulai di kepolisian tetap jalan, dilanjut di kejaksaan tetap jalan. Di pengadilan ini pun Dian sebelum pakai pengacara membuat eksepsi, menyampaikan itu, tapi tetap,” imbuh Sholeh.

Jika kasus seperti yang dialami Dian ini tetap berjalan, Sholeh khawatir akan semakin banyak orang yang tidak mau membayar utang. “Menurut saya, kalau kasus-kasus seperti ini dibiarkan, kami khawatir akan muncul Dian-Dian baru. Ketika ditagih utang tidak mau, tiba-tiba ditagih di medsos, dianggap itu pencemaran nama baik, dianggap ini sebuah penghinaan. Maka orang yang tidak mau bayar utang akan menjamur,” ujarnya.

Selain berharap kasus ini ditangani secara objektif, Sholeh juga berharap hakim yang memimpin persidangan terhadap Dian memiliki keberanian. “Harapan kami, hakim yang menyidangkan Dian ini punya keberanian. Sebab, kasus-kasus seperti ini ketika ini tidak viral, tidak diangkat oleh media, cenderung akan dihukum,” ujar dia.

Bergeser ke dakwaan terhadap Dian, Sholeh juga beranggapan dakwaan tersebut dianggap terlalu memberatkan. “Kalaupun Dian memang bersalah, yang namanya pencemaran nama baik rata-rata tuntutannya maksimal satu tahun. Rata-rata bulanan percobaan. Sungguh menjadi aneh kalau dituntut dua tahun enam bulan hanya karena persoalan pencemaran nama baik,” ungkapnya.

Baca Juga  Tumbuh 6,32%, Ekonomi Kota Malang Tahun 2022 Tertinggi dalam Dasawarsa Terakhir

Selain dituntut kurungan penjara, Dian juga dituntut untuk membayar denda. Yakni senilai Rp 750 juta. “Dian ini juga dituntut dengan denda Rp 750 juta. Padahal bayar pengacaranya saja tidak mampu. Saya membantu ini prodeo karena kasihan lihat kasusnya Dian. Kok malah disuruh bayar denda Rp 750 juta. Mau bayar pakai uang apa, kan gak mungkin, tidak masuk akal,” imbuhnya.

Selain membantu Dian dalam mencari keadilan di kursi pesakitan, Sholeh mengaku beberapa waktu lalu juga telah menemui anggota DPR untuk meminta keadilan. “Minggu lalu kami keDPR. Ini betul-betul parah. Lebih parah dari kasusnya Baiq Nuril. Harapan kami, hakim objektif dan punya keberanian membebaskan Dian,” tukasnya.

Sebagaimana yang telah diberitakan, kasus yang mendera Dian bermula pada 2019 lalu. Saat itu warga Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, ini ditawari bisnis ayam petelur oleh teman suaminya.

Setelah melalui proses yang panjang, Dian akhirnya bersedia dalam tanda kutip untuk memberikan utang senilai Rp 25 juta kepada teman suaminya tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, uang tersebut tak kunjung dikembalikan. Bahkan teman suaminya itu telah menghilang.

Tidak lama setelah Dia memberikan sejumlah uang, dia didatangi oleh seorang pria. Dia adalah sosok yang dimaksud oleh teman dari suaminya tersebut, yang akan melunasi utang kepada Dian.

Namun, lagi-lagi pria tersebut tidak ada iktikad baik meski telah membuat surat pernyataan akan membayar utang. Hingga akhirnya Dian secara spontan berkomentar di kolom komentar media sosial istri pria tersebut.

Dari sinilah, Dian akhirnya dilaporkan kepada polisi dan saat ini masih harus berjuang di kursi pesakitan. Penyebabnya karena didakwa dengan UU ITE.