INDONESIAONLINE – Kota Batu terkenal sebagai salah satu tujuan wisata populer di Jawa Timur (Jatim) kembali menarik perhatian setelah Tim Densus 88 Antiteror melakukan penggerebekan terhadap terduga pelaku terorisme pada Kamis, 1 Agustus 2024. Penggerebekan ini menyoroti bagaimana Kota Batu, hampir dua dekade setelah peristiwa baku tembak dengan Dr. Azahari masih menjadi lokasi strategis bagi pelaku teror untuk bersembunyi.
Kronologi penggerebekan mengungkapkan bahwa salah satu pelaku yang diidentifikasi dengan inisial HOK (19), diduga menggunakan Kota Batu sebagai tempat persembunyian.
Menurut Prija Djatmika seorang kriminolog dari Universitas Brawijaya Malang, kejadian ini menunjukkan betapa tantangan pengawasan di kota urban dan wisata seperti Batu masih signifikan.
“Keberadaan Kota Batu sebagai kota wisata dan urban memberikan tantangan tersendiri dalam hal pengawasan,” kata Prija, Minggu (4/8/2024).
“Kota ini memiliki mobilitas penduduk dan pengunjung yang sangat tinggi, yang membuat deteksi pelaku kejahatan seperti terorisme menjadi lebih sulit,” imbuhnya.
Kota Batu yang dipenuhi oleh berbagai akomodasi seperti hotel, homestay, dan vila, memungkinkan pelaku kejahatan untuk dengan mudah bersembunyi. Banyaknya rumah yang disewakan untuk jangka waktu sementara meningkatkan risiko karena mobilitas pengunjung yang tidak terkontrol. Hal ini menciptakan celah bagi pelaku kejahatan untuk menghindari deteksi.
“Di kota wisata seperti Batu, tempat tinggal sementara seperti homestay dan villa seringkali tidak diawasi dengan ketat. Pengawasan yang lebih ketat di area-area ini sangat penting untuk mencegah penyembunyian pelaku kejahatan,” urai Prija.
Prija juga menyarankan agar masyarakat setempat menjadi lebih proaktif dalam menjaga keamanan lingkungan mereka. “Selain tindakan preventif dari pihak berwajib, masyarakat juga perlu aktif dalam memperhatikan pendatang baru dan melaporkan aktivitas yang mencurigakan,” ujarnya.
Fenomena serupa juga bisa terjadi di kota-kota urban lainnya, termasuk Kota Malang. Di Malang, kehadiran banyak guest house dan rumah kontrakan menambah tantangan dalam pengawasan. Kasus pabrik narkoba yang terungkap di Malang pada Juli lalu adalah contoh nyata bagaimana kejahatan bisa bersembunyi di tengah mobilitas tinggi dan kurangnya pengawasan yang ketat.
“Kasus narkoba yang terungkap di Malang menunjukkan bahwa masalah pengawasan tidak hanya terbatas pada terorisme, tetapi juga mencakup kejahatan lain,” kata Prija.
“Kegiatan ilegal seringkali sulit dideteksi di lingkungan dengan mobilitas penduduk yang tinggi dan interaksi sosial yang rendah,” imbuhnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Prija merekomendasikan beberapa langkah. “Pihak berwajib perlu meningkatkan patroli keamanan, terutama di daerah-daerah dengan banyak pendatang. Pendataan penduduk oleh RT dan kelurahan harus diperketat, dan masyarakat harus lebih waspada terhadap lingkungan sekitar mereka,”pungkasnya (pl/dnv).