INDONESIAONLINE – Dua kasus menimpa pelajar di Banyuwangi yang terungkap dalam beberapa hari terakhir mencoreng nama baik kabupaten di ujung timur Pulau Jawa itu. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Banyuwangi belum ramah dan layak kepada anak.

Kasus tersebut juga menuai sorotan dari berbagai kalangan. Termasuk  Rudi Hartono Latief, ketua DPC Projo Banyuwangi. “Kasus Ini harus mendapatkan perhatian ekstra dari kepala daerah dan DPRD beserta seluruh stakeholder strategis yang ada di  Banyuwangi,” ujar Rudi.

Seperti diketahui, dua kasus mencoreng dunia pendidikan di Banyuwangi. Pertama, kasus pencabulan pengasuh pondok pesantren kepada sejumlah santriwatinya. Kedua, kisah asmara antara siswi SMP dengan mantan gurunya yang berujung laporan ke polisi karena keduanya sudah beberapa kali melakukan hubungan suami istri.

Terhadap dua kasus itu, Rudi  menyatakan sangat prihatin. Menurit dia, mestinya guru harus melindungi murid  dan membinanya  untuk menggapai masa depan. Bukan sebaliknya, menjadi penghancur masa depan siswa.

Baca Juga  Evaluasi Kinerja IKU 2023, UIN Maliki Malang: Memuaskan dan Lebihi Target

Rudi juga mengingatkan beberapa waktu lalu terjadi dugaan semacam perundungan atau tindak kekerasan terhadap siswa SMP negeri oleh oknum kepala sekolah. Ujungnya, kepala sekolah itu  dimutasi tapi ditolak oleh warga di tempat tugas barunya.

“Maka harus ada sanksi administrasi yang tegas agar menjadi efek jera. Bisa berupa non-job bahkan mungkin pemberhentian dengan tidak hormat oleh Pemkab Banyuwangi,” tandas Rudi.

Bahkan,  apabila cukup bukti adanya tindak pidana, aparat penegak hukum (APH) harus menindak pelaku dengan setegas-tegasnya dan tidak pandang bulu.

Lebih lanjut, tokoh berkacamata itu menambahkan, pemkab melalui dinas atau instansi  yang menangani seharusnya bersikap proaktif melakukan pendampingan kepada korban dan keluarga korban serta melakukan penelusuran untuk menemukan potensi korban-korban lainnya.

“Pemkab Banyuwangi mungkin juga perlu memberlakukan tes psikologi bagi guru secara berkala. Mungkin setahun dua kali. Tujuannya untuk menjamin kelayakan psikologi guru. Jika seorang guru dinilai sedang tidak sehat psikologinya, mesti ada kebijakan untuk menghindarkan interaksi secara langsung dengan murid,” ucap Rudi.

Baca Juga  Mengintip Keunggulan dan Prospek Karir Program Studi S-1 Akuntansi FEB Unisma 

Yang tidak kalah penting, tambah Rudi, adalah kepedulian dan keberanian warga masyarakat, khususnya orang tua atau wali murid, agar bekerja sama dengan pemkab dan  aparat penegak hukum dengan memberikan informasi yang berkaitan kasus yang menimpa putra-putrinya.

Selain itu, ketua Projo Banyuwangi mengiimbau kepada semua pihak agar tidak menjustifikasi seluruh guru dan sekolahnya karena kasus yang terjadi merupakan perbuatan oknum saja.

Rentetan kasus yang terjadi di dunia pendidikan itu secara tidak langsung juga warning bagi komite sekolah agar keberadaannya lebih berfungsi ideal sebagaimana mestinya.

“Bukan sekadar ada tanpa proses pemilihan yang baik dan benar, tidak diduduki orang-orang  yang  tidak sekadar ngurusi urusan ‘urunan’ dan penerimaan siswa baru saja. Untuk yang lebih luas, Dewan Pendidikan Banyuwangi harus lebih bermanfaat nyata keberadaannya,” pungkas  Rudi.