INDONESIAONLINE  – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali  menyinggung masyarakat yang berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering menangkap koruptor melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Awalnya, Luhut memaparkan tiga fungsi KPK sebagai lembaga antirasuah. Yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan.

“Nah kita senangnya itu selalu lihat drama penindakan. Itu yang menurut saya tidak boleh,” ujar Luhut saat menghadiri acara talk show di Gedung Juang KPK, Selasa (18/7/2023).

Menurut dia, fungsi yang harus lebih ditonjolkan KPK yakni pencegahan melalui digitalisasi sistem seperti e-katalog. KPK juga disebut telah membuat sistem berbasis elektronik yang berhasil mencegah kecurangan dan menghemat ratusan triliun uang negara, serta meningkatkan pendapatan pajak.

“Itu (fungsi KPK) dilihat jangan drama-drama saja tadi ditangkap. Kalau kurang jumlahnya ditangkap  (dianggap) berarti nggak sukses. Saya sangat tidak setuju, kampungan itu menurut saya. Itu ndeso. Pemikiran modern, makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan itu yang sukses,” kata Luhut.

Terkait OTT yang jarang dilakukan KPK, Luhut mengatakan berarti sistem pencegahan yang dibuat KPK berarti berhasil. “Kalau OTT-nya tidak ada  malah lebih bagus. Berarti pencegahannya lebih baik,” ujar Luhut.

Luhut setuju dengan pendekatan pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang dilakukan Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri cs. Menurut Luhut, tak ada kebanggaan dari lembaga yang giat menggelar operasi senyap.

Baca Juga  Ini Respons Cak Imin soal KPK Tahan Politikus PKB Terkait Dugaan Korupsi di Kemnaker

“Memang harus ke situ (pencegahan dan pendidikan). Kita ngapain bangsa ini kita pamer-pamer OTT, OTT melulu, bangga lihat itu. OTT Rp 50 juta, Rp 100 juta. Kau ndak pernah cerita berapa mereka (KPK) menghemat triliunan, triliunan,” kata Luhut.

Berkaitan dengan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang turun lantaran penindakan yang dilakukan KPK berkurang, Luhut tak setuju jika hal itu dikaitkan dengan kurangnya penangakapan oleh lembaga antirasuah.

“Ya itu yang menurrut saya tidak benar. Perkara penindakan turun karena sistemnya semakin bagus, tidak bisa korupsi dan tidak bisa mencuri. Kan bagus, penghematan. Pajak kita naik 47 sekian,” kata Luhut.

“Ini semua kerjaan dalam pencegahan dan itu menghemat ratusan triliun dan itu meningkatkan pajak. Itu dilihat, jangan drama-drama saja tadi ditangkap,” ucapLuhut menambahkan.

Lebih jauh Luhut mengatakan jika lembaga antikorupsi ini telah berhasil melakukan penghematan ratusan triliun melalui fungsi pencegahan. “Dalam paparan yang saya berikan tadi kepada Pak Firli, saya mengatakan bahwa menurut saya KPK telah membantu kami secara luar biasa. Mereka telah membangun ekosistem digitalisasi yang mengurangi potensi korupsi,” ucap Luhut

Luhut mengatakan bahwa digitalisasi merupakan hal penting dalam pencegahan korupsi di Indonesia. Salah satu contoh nyata adalah penggunaan e-catalog yang telah memberikan manfaat bagi pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, Menko Kemaritiman dan Investasi menekankan pentingnya memperkuat fungsi KPK dalam pencegahan korupsi.

Baca Juga  Terduga Pembunuh Driver Taksi Online Ditangkap, Anaknya sampai Menangis 

“Misalnya, e-catalog. Kolaborasi antara KPK dan pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 1.600 triliun per tahun telah dilakukan melalui e-catalog. Hal ini telah secara signifikan mengurangi penyalahgunaan dana di daerah. Jadi hal tersebut tidak boleh diabaikan,” tutupnya.

Diketahui, selama ini kinerja penindakan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri kerap disorot lantaran menurunnya jumlah penindakan kasus korupsi. Pada 2022 misalnya, KPK hanya melakukan 10 kali operasi tangkap tangan atau OTT. Sementara pada 2019 di masa kepemimpinan Agus Rahardjo, KPK melakukan 21 kali OTT.

Di lain sisi, menurunnya jumlah penindakan oleh KPK ini terjadi bersamaan dengan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Survei Lembaga Survei Indonesia memotret tingkat kepercayaan publik terhadap KPK pada April 2023 berada pada 64 persen, sementara pada Februari 2023 ada di angka 68 persen.

KPK sendiri sebelumnya telah memastikan bahwa pihaknya tidak tinggal diam usai menggelar operasi tangkap tangan (OTT). KPK menegaskan pihaknya melakukan upaya pencegahan dan pendidikan usai operasi senyap dilakukan. (mut/hel).