INDONESIAONLINE – Gugatan dari Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) bakal digelar pada Rabu (29/11/2023).

Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan pengucapan putusan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai cacat lantaran ada pelanggaran etik berat yang dilakukan Ketua MK saat itu Anwar Usman.

“Rabu 29 November 2023 pengucapan putusan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023,” demikian informasi agenda sidang yang dimuat di situs MK, Jumat (24/11/2023).

Gugatan yang teregister nomor 141/PUU-XXI/2023 ini meminta usia di bawah 40 tahun yang boleh maju sebagai capres-cawapres adalah yang pernah/sedang menjadi gubernur saja.

Gugatan ini didasarkan dalam penyusunan putusan sebelumnya, lima hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pun tak bulat pandangan.

Baca Juga  Pakar Hukum Tata Negara Kampus Brawijaya Laporkan Ipar Jokowi

Tiga hakim (Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah) sepakat bahwa anggota legislatif atau kepala daerah tingkat apa pun, termasuk gubernur, berhak maju sebagai capres-cawapres.

Dua hakim lainnya (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh) sepakat hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak maju jadi capres-cawapres.

Menurut pemohon gugatan, hal ini dapat menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan. Pasalnya, jika dibaca secara utuh, maka hanya jabatan gubernur lah yang bulat disepakati lima hakim konstitusi untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.

Kuasa Hukum Brahma, Viktor Santoso Tandiasa menyampaikan, pemohon hanya menginginkan adanya penguatan terhadap legitimasi pemilihan umum (Pemilu) yang lemah lantaran putusan 90 tersebut.

Viktor berharap apa pun putusan MK, dapat memberikan pertimbangan hukum dalam perkara 141 yang bisa mengembalikan legitimasi pemilu usai dinilai cacat karena putusan nomor 90 yang terjadi pelanggaran etik dalam prosesnya.

Baca Juga  Merasa Tanah Dikuasai Orang Lain, Warga Balung Mencari Keadilan

“Harapan kita bersama pemilu dapat terselenggara selain jujur dan adil juga memiliki legitimasi yang kuat. Jangan sampai MK menempatkan diri pada pihak yang membuat cacatnya legitimasi termasuk terjadinya persoalan TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), apalagi penyelesaian akhir sengketa pemilu (pilpres) ada di MK,” terang Viktor.

Dalam memutus gugatan ini, MK memastikan Anwar Usman tidak terlibat lantaran terbukti melanggar etik berat hasil putusan MKMK.

Hal ini disampaikan hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. “Yang Mulia Pak Anwar tidak ikut membahas, sesuai dengan perintah Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi,”.