INDONESIAONLINE – Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang Prof Dr Zainuddin MA memberikan sambutan dalam peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2023, Minggu (22/10/2023).

Prof Zain-sapaan akrabnya- menyampaikan tentang pendidikan pesantren yang sukses menelurkan para santri yang unggul.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, memiliki kontribusi besar dalam pengembangan kepribadian. Antara lain adanya perhatian besar kiai terhadap santri, rasa hormat dan tawadhu santri terhadap kiai, hidup sederhana, hemat dan mandiri, kesetiakawanan, saling menolong, disiplin serta tahan uji.

Ribuan mahasantri UIN Maliki Malang dalam upacara Hari Santri Nasional 2023

“Memang kiai dengan pesantrennya tak bisa dinafikan telah memiliki peran dan kontribusi besar dalam pembangunan nasional,” ucap Prof Zain dihadapan ribuan mahasantri UIN Maliki Malang.

Menurutnya pula, sistem pendidikan pesantren hingga saat ini masih yang terbaik, karena tiga hal.

Pertama, pola pendidikan live in (tinggal di ma’had) selama masa belajar. Kedua, adanya kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) dari para kiai dan ustaz yang menjadi role model bagi para santrinya.

Baca Juga  UIN Maliki Malang Kembali Gelar English Exposure, Antusias Mahasiswa Tinggi

“Ketiga, tradisi santri yang memiliki sikap dan karakter yang excellent yaitu tawadhu’, ulet, dan mandiri. Sikap-sikap tersebut menjadi kebutuhan yang sangat didambakan di era modern seperti saat ini,” terangnya.

Selain itu, pendidikan di pesantren juga bersifat inklusif dan tidak membatasi usia santri. Siapapun bebas belajar (nyantri) di pesantren, termasuk yang tidak memiliki biaya hidup.

Hal ini tentu tak lepas peran dari para kiai memiliki tanggungjawab dan perhatian besar terhadap keberlangsungan pendidikan anak bangsa.

Tradisi pendidikan khas pesantren inilah yang kemudian menginspirasi para pengelola pendidikan di beberapa perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKIN) untuk menyelenggarakan program ma’had yang memadukan pendidikan tinggi dengan pesantren.

“Seperti contohnya yang sudah berlangsung lama di UIN Malang ini,” ucap Prof Zain.

Dalam kehidupan pesantren terlihat leburnya individualisme dan egoisme. Terlebih, jikalau dikaitkan dengan persoalan pengangguran, pesantren tidak akan khawatir dengan pekerjaan, sebab pesantren memang tidak menjanjikan kerja (promise of job).

Baca Juga  Rektor UIN Maliki Malang Sampaikan Moderasi Beragama di Seminar Internasional

Tujuan pendidikan pesantren yang asasi adalah untuk mencetak manusia berilmu dan bertakwa. Dua entitas ilmu dan takwa tersebut harus dimiliki oleh seorang santri. Berilmu saja tanpa disertai takwa maka akan menjadi riskan, begitupun sebaliknya.

“Maka, lulusan pesantren pada umumnya tidak kenal menganggur, karena modal soft skill-nya mereka bisa bekerja di hampir semua sektor,” terangnya.

Apalagi, perubahan sosial-budaya dalam masyarakat saat ini kian semakin terasa, maka tuntutan terhadap peran agama semakin besar, sementara kepergian kiai atau ulama satu demi satu kian bertambah dan belum cukup signifikan penggantinya.

Maka pada gilirannya, tuntutan terhadap keberadaan ulama ataupun para santri pun tak kalah besarnya, sebab merekalah sebagai pembawa misi agama dan pewaris para Nabi (as/dnv).