INDONESIAONLINE– Pemerintah Kabupaten  Blitar menggelar puncak Hari Jadi ke-698 Blitar dengan menyelengarakan agenda pisowanan agung di Pendapa Agung Ronggo Hadi Negoro, Jumat (5/8/2022). Agenda ini sekaligus dilaksanakan untuk memeriahkan HUT ke-77 Republik Indonesia.

Pantauan INDONESIAONLINE, pisowanan agung diawali dengan upacara budaya di Alun-Alun Kota Blitar. Setelah dari alun-alun, pusaka lambang daerah dari 22 kecamatan dan 248 desa/kelurahan, serta pusaka daerah Blitar dan kitab sejarah Blitar, diarak menuju Pendapa Agung Ronggo Hadi Negoro.

Pusaka lambang daerah dan kitab sejarah  Blitar kemudian diserahkan kepada Bupati Blitar selaku pimpinan tertinggi di Kabupaten Blitar. Selanjutnya, pusaka disemayamkan kembali di gedung pusaka Pemerintah Kabupaten Blitar.

“Pisowanan agung ini sebagai wujud rasa syukur, Blitar pada tahun ini sudah berusia 698. Filosofi pisowanan agung ini menunjukkan hubungan yang sangat baik antara pemimpin dan yang dipimpin atau bisa dikatakan manunggaling kawulo gusti, atau bisa juga kedekatan dari para pejabat dengan masyarakatnya. Kemanunggalan ini kekuatan Blitar untuk semakin maju bersama sejahtera bersama,” kata Kepala Dinas Parbudpora Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso.

Peringatan Hari Jadi ke-698 Blitar yang jatuh pada 5 Agustus 2022 mengambil tema Ekonomi Bangkit Menuju Masyarakat Yang Maju dan Sejahtera.

Dalam pers rilis yang diterima INDONESIAONLINE, Bupati Blitar Rini Syarifah mengajak seluruh elemen masyarakat, lintas sektor, lintas bidang dan lintas ilmu untuk memaknai Hari Jadi Blitar sebagai momentum untuk bangkit, bergotong royong, bersinergi dan berkolaborasi. Sehingga terwujud Kabupaten Blitar yang mandiri dan sejahtera berlandaskan akhlak mulia baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

“Saya optimis, dengan dilandasi semangat Hurub Hambangun Praja, visi tersebut cepat tercapai,” kata Bupati Rini.

Dalam kesempatan ini bupati yang akrab disapa Mak Rini menyampaikan ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras mendukung seluruh kegiatan peringatan Hari Jadi Blitar dan menyambut HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Menurutnya, hal tersebut karena kecintaan terhadap Blitar. Apalagi ada yang berbeda dari peringatan hari jadi ini dengan peringatan hari jadi sebelumnya. Peringatan hari bersejarah bagi masyarakat Blitar ini diwarnai acara festival pecel.

“Ini sebagai upaya mempromosikan bahwa pecel merupakan satu diantara kuliner yang memiliki cita rasa yang khas dari Kabupaten Blitar. Karena sambel pecelnya, memiliki rasa daun jeruk dan kencur lebih kuat. Jadi, semua kalangan harus tahu bahwa pecel Blitar itu berbeda dengan pecel dari daerah lain,” imbuhnya.

Orang nomor satu di Kabupaten Blitar ini juga menyampaikan bahwa, Blitar merupakan tanah bersemayamnya raja-raja agung Nusantara atau disebut juga tanah para raja. Beberapa raja besar yang dimakamkan di Blitar, di antaranya Anusapati, Ranggawuni atau Wisnuwardhana, dan Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana pendiri Kerajaan Majapahit. Selain itu di Blitar juga bersemayam jasad Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia.

“Untuk itu tugas kita yang berada di tanah para raja ini tidak ringan. Pemerintah Kabupaten Blitar dituntut untuk terus memperbaiki diri dalam hal peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sehingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Blitar terus berbenah diri, agar tantangan dan tuntutan yang semakin kompleks mampu teratasi secara efektif, efisien dengan harapan pelayanan publik semakin maksimal,” tukasnya.

Baca Juga  5 Tahun Berturut-turut, Pemprov Jatim Sabet Proklim

Dalam sambutannya, Bupati Blitar juga menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Blitar meskipun masih dalam pandemi Covid- 19, tetap dapat dilaksanakan secara optimal. Sehingga, mampu meningkatkan kualitas pembangunan Kabupaten Blitar.

Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan capaian lndikator Kinerja Utama. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi mencapai 3,02 persen, Indeks Kesalehan Sosial sebesar 81,74 poin. Sementara penyerapan anggaran Tahun 2021 di atas 90 persen, yaitu sebesar 92,84 persen.

Mak Rini menyebut capaian itu masih perlu ditingkatkan. Terutama dari sisi kinerja dan memperketat pemantauan pelaksanaan anggaran, agar sesuai dengan target kinerja dan jadwal yang telah direncanakan.

“Saya menyadari bahwa masih ada pekerjaan yang belum berjalan maksimal seperti Satu Data, Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP), Merit System, Peningkatan Kapasitas Desa dan Penanganan Stunting. Karena hal tersebut merupakan permasalahan multidimensional, untuk itu perlu upaya lintas sektor yang melibatkan seluruh stakeholder secara terintegrasi melalui koordinasi serta konsolidasi program dan kegiatan pusat, daerah, hingga tingkat desa. Sebagai informasi bahwa prevalensi stunting tahun 2021 adalah sesuai Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Kasus stunting Jawa Timur sebesar 23,5 persen dan Kabupaten Blitar mencapai 14,5 persen. Sehingga, pada tahun 2024 prevalensi penurunan ditargetkan berada di angka 8,6 persen,” jlentrehnya.

Dalam kesempatan itu, Bupati Blitar Rini Syarifah juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh jajaran ASN/Non ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Blitar. Karena berkat kerja keras dan dedikasi mereka, banyak prestasi yang telah diraih mulai Opini WTP, Kabupaten Layak Anak, dan masih banyak prestasi lainnya.

Mak Rini berharap, prestasi ini menjadi support untuk mempertahankan dan bekerja lebih baik lagi.

“Saya tekankan bahwa sebagai abdi atau pelayan masyarakat harus memantapkan niat tulus ikhlas untuk membaktikan diri kepada masyarakat. Suro Diro Joyodiningrat Lebur Dening Pangastuti,” tegasnya.

Bisa dikatakan Blitar adalah salah satu peradaban tua di Nusantara. Belakangan Blitar lebih akrab dengan sebutan Bumi Laya Ika Tantra Adhi Raja atau tempat pusara raja-raja besar.

Enam abad yang IaIu, tepatnya pada bulan Waisaka Tahun Saka 1283 atau 1361 Masehi, Raja Majapahit yang bernama Hayam Wuruk beserta para pengiringnya menyempatkan diri singgah di Blitar untuk mengadakan upacara pemujaan di Candi Penataran. Rombongan itu tidak hanya singgah di Candi Penataran, namun juga ke tempat lain yang dianggap suci, yaitu Sawentar (Lwangwentar) di Kanigoro, Jimbe, Lodoyo, Simping (Sumberjati) di Kademangan dan Mleri (Weleri) di Srengat.

Pada tahun 1357 Masehi (1279 Saka) Hayam Wuruk berkunjung kembali ke Blitar untuk meninjau daerah pantai selatan dan menginap selama beberapa hari di Lodoyo.

Baca Juga  DPRD Jatim: BUMD Diharapkan Jadi Pengungkit Ekonomi

Pada tahun 1316 dan 1317 Kerajaan Majapahit carut marut karena terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti dan Ra Semi. Kondisi itu memaksa Raja Jayanegara untuk menyelamatkan diri ke Desa Bedander dengan pengawalan pasukan Bhayangkara di bawah pimpinan Gajah Mada.

Berkat siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil kembali naik tahta dengan selamat. Adapun Ra Kuti dan Ra Semi berhasil diringkus, kemudian dihukum mati. Karena kebaikan penduduk Desa Bedander, maka Jayanegara memberikan hadiah berupa prasasti kepada para penduduk desa tersebut.

Ini menjadikan Blitar sebagai daerah swatantra di bawah naungan Kerajaan Majapahit. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana Tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324 Masehi, sesuai dengan tanggal yang tercantum pada prasasti. Tanggal itulah yang akhinya diperingati sebagai hari jadi Blitar setiap tahunnya.

“Sejarah Hari Jadi Blitar dimulai sejak ditemukanya prasasti Balitar I tahun 1324, jadi sejak itu Blitar sudah dikenal sebagai perdikan. Nah, sehingga Blitar di masa-masa itu adalah masa Majapahit. Pada waktu itu struktur pemerintahan kita belum ada. Belum ada pemerintah kabupaten, kecamatan, NKRI pun belum ada pada masa itu. Jadi Blitar pada masa Majapahit dikenal sebagai perdikan,” jelas Kepala Dinas Parbudpora Kabupaten Blitar, Suhendro  Winarso.

Sejarah Blitar terus berlanjut, menurut Suhendro di masa Hindia Belanda, tepatnya setelah Perang Diponegoro tahun 1830 ada yang namanya penataan residen baru. Belanda kemudian menggabungkan dua kadipaten yakni Kadipaten Sarengat dan Kabupaten Ngantang menjadi satu kabupaten yakni Kabupaten Blitar.

“Wlingi itu dulu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Ngantang. Nah, dalam penataan residen baru maka terbentuklah sistem pemerintahan pada masa Belanda waktu itu dihitung sebagai waktu berdirinya Kabupaten Blitar. Jadi kalau berbicara Kabupaten Blitar, disitulah dikenal bupati pertama Blitar yaitu Ronggo Hadi Negoro. Jadi ada bedanya, Blitar sebagai perdikan dan pada 1830 Blitar berdiri sebagai Kabupaten Blitar,” paparnya.

Perjalanan pemerintahan Blitar dari masa ke masa terus berlanjut dan dalam perjalananya 1830 sampai dengan 1904 di era kolonial. Belanda menghendaki berdirinya suatu kota bagi para pejabatnya. Maka didirikanlah Kota  Blitar pada tahun 1904.

Sejarah itulah yang membuat saat ini di Blitar ada tiga hari jadi. Yakni hari jadi Blitar diperingati pada 5 Agustus, hari jadi Pemerintah Kabupaten Blitar pada 31 Desember dan hari jadi Pemerintah Kota Blitar diperingati pada 1 April.

“Jadi jika berbicara mengenai Hari Jadi ke-698, kita menyampaikan hari jadi Blitar, bukan hari jadi Pemerintah Kabupaten Blitar atau hari jadi Pemerintah Kota Blitar, tapi Blitar secara keseluruhan. Saat Blitar sudah mulai dikenal  sebagai tanah perdikan. Kalau kita bicara mengenai hari jadi Blitar ya Blitar Raya,” pungkas Suhendro.(Adv/Kmf)